Novel: TWK Dimanfaatkan untuk Singkirkan Pegawai-pegawai Terbaik KPK
- VIVAnews/Foe Peace
VIVA – Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mencurigai tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK hanya untuk menyingkirkan sejumlah orang termasuk dirinya di lembaga antirasuah.
Diketahui terdapat 75 orang pegawai yang tak lolos TWK alih status ASN, termasuk Novel Baswedan dan sejumlah pejabat strategis KPK saat ini.
"Jadi, penjelasan yang akan saya sampaikan ini bukan hanya soal lulus atau tidak lulus tes. Tapi, memang penggunaan TWK untuk menyeleksi pegawai KPK adalah tindakan yang keliru," kata Novel kepada awak media, Selasa, 11 Mei 2021.
Novel menjelaskan seharusnya pemberantasan korupsi tak bisa dipisahkan dengan nasionalisme atau nilai kebangsaan pegawai KPK. Hal ini karena sikap anti korupsi pada dasarnya adalah perjuangan membela kepentingan negara.
"Saya ingin menggambarkan posisi pemberantasan korupsi dalam bernegara. Terbentuknya negara, tentu ada tujuan yang itu dituangkan dalam konstitusi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur,” lanjut Novel.
"Dalam pelaksanaan tugas, ketika aparatur berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan mengkhianati tujuan negara, maka itulah korupsi. Untuk kepentingan tersebut, maka negara/pemerintah membentuk UU yang mengatur bentuk-bentuk kejahatan korupsi," kata Novel.
Lebih lanjut, Novel menilai TWK itu tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai negara atau aparatur yang telah bekerja lama. Terutama, bagi yang bertugas di bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum, apalagi terhadap pegawai KPK.
Menurut Novel, pegawai-pegawai KPK tersebut telah menunjukkan kesungguhannya dalam bekerja menangani kasus-kasus korupsi besar yang menggerogoti negara. Hal ini baik keuangan negara, kekayaan negara, dan hak masyarakat.
Menurutnya, TWK baru relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai dari sumber lulusan baru.
"Tetapi juga tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan atau kebebasan beragama," kata Novel.
Dengan begitu, kata Novel, menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara.
Novel pun menegaskan, TWK bukan seperti tes masuk seleksi tertentu yang dipandang sebagai standar baku.
"Sekali lagi, penjelasan ini bukan karena lulus atau tidak lulus TWK, tetapi penggunaan TWK yang tidak tepat. Yang terjadi justru sebaliknya yaitu merugikan kepentingan bangsa dan negara, dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia karena dimanfaatkan untuk menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik KPK yang bekerja dengan menjaga integritas," imbuhnya.