Ketua NU Jatim: Lulusan Pesantren Salaf Setara S2, Cuma Tak Diakui
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Marzuki Mustamar mengatakan bahwa pada dasarnya alumni pesantren salaf yang khusus dalam pendidikan keagamaan Islam tidak kalah dengan lulusan S2 jurusan syariah. Cuma, hanya gara-gara tidak berijazah formal, keilmuan alumni pesantren salaf tidak diakui oleh negara.
"Nyuwun sewu, tamatan Lirboyo, tamatan Sidogiri, yang sampai khatam [kitab] Fathul Mu'in, Fathul Wahhab, Muhadzdzab, itu untuk menjadi hakim agama, itu alimnya, pintarnya, melebihi yang tamatan S2 jurusan Syariah," kata Kiai Marzuki di kantor PWNU Jatim Jalan Masjid Al Akbar Surabaya, Selasa petang, 14 September 2021.
Namun, lanjut Pengasuh Pesantren Sabilur Rosyad Gasek, Malang, itu, pengakuan negara terhadap keilmuan alumni pesantren salaf tidak ada karena hanya tidak berijazah seperti lembaga pendidikan formal.
"Hanya gara-gara masalah legalitas saja akhirnya mereka, jangankan daftar jadi hakim agama, daftar modin saja sulit," ujar Kiai Marzuki.
Pesantren salaf seperti itu banyak dan masih aktif melakukan perannya dalam mencerdaskan bangsa sampai sekarang. Usia pesantren-pesantren seperti juga sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan ada yang berdiri sejak Indonesia belum merdeka.
Di Jatim sendiri, lanjut Kiai Marzuki, total jumlah pesantren lebih dari tujuh ribu. Namun, dalam catatan Kementerian Agama hanya sekira empat ribuan pesantren.
Karena belum adanya pengakuan lulusan pesantren itulah akhirnya indeks pembangunan manusia (IPM) Jatim dianggap rendah. "Jawa Timur itu IPM-nya dianggap rendah, karena mereka-mereka yang mondok enggak punya ijazah SMP itu dianggap tidak berpendidikan," ungkap Kiai Marzuki.
Pesantren, tambah Kiai Marzuki, juga sejak dulu sudah menerapkan konsep merdeka belajar seperti yang digaungkan Mendikbud Nadiem Makarim.
"Katanya Pak Nadiem merdeka belajar, ayo ucapan itu dibuktikan bahwa pondok yang dikelola sendiri, murid dibikin pintar sendiri dengan cara sendiri, tidak harus terikat dengan aturan ribet-ribet, mereka akan merdeka belajar di mana-mana, pokok tidak nabrak negara dan Pancasila. Nah, seharusnya yang sudah melaksanakan merdeka belajar ini diapresiasi," paparnya
Dengan kenyataan seperti itu, Kiai Marzuki berharap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (dikenal Perpres Dana Abadi Pesantren) yang sudah diteken Presiden Jokowi per 2 September 2021 pada tataran pelaksanaannya tidak justru membuat ribet pengasuh pesantren, terutama dalam hal pengurusan administrasi dan legalitasnya.