7 Ulah Anak Buah yang Geger Bikin Mumet Kapolri

Ilustrasi anggota Polisi
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi sorotan publik. Penyebabnya karena banyak oknum anggota Polri yang tersandung kasus mulai dari tindak pidana korupsi hingga tindakan kriminal lain seperti penganiayaan dan kekerasan serta dugaan perbuatan asusila.

Berawal dari terungkapnya kasus Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri. Napoleon tersandung kasus dugaan korupsi bersama mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo.

Irjen Napoleon Bonaparte

Photo :
  • Antara

Keduanya diduga menerima suap dalam pengurusan penghapusan red notice terpidana Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Kini, keduanya sudah dijatuhi hukuman penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Nah, Napoleon kembali berulah di dalam penjara Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim. Ia diduga melakukan penganiayaan terhadap tersangka kasus penodaan agama, Muhamad Kosman alias Muhamad Kece pada Kamis, 26 Agustus 2021, sebagaimana laporan (LP) Nomor: 0510/VIII/2021/Bareskrim.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan Irjen Napoleon telah menyiapkan kotoran manusia sendiri untuk dilumuri kepada tahanan Muhamad Kece, tersangka kasus penodaan agama di Rutan Bareskrim. 

“Kotoran manusia disiapkan sendiri oleh NB,” kata Andi pada Senin, 20 September 2021.

Kasus Napoleon belum selesai ditangani, anggota Polri jadi sorotan lagi.  Tak hanya Napoleon, kini kasus-kasus anak buah Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun bermunculan. Aksi para oknum anggota polri ini malah mencoreng citra Korps Bhayangkara yang sudah baik di mata masyarakat. VIVA merangkum kasusnya dari kejadian yang belakangan ini ramai dibicarakan, di antaranya:

1. Polisi tembak polisi

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Satria Zulfikar (Mataram)

Oknum polisi berinisial Bripka MN (38 tahun) anggota Polsek Wanasaba menembak mati Briptu HT (26) Seksi Humas Polres Lombok Timur. Pelaku menembak korban menggunakan senjata laras panjang jenis V2 pada Senin, 25 Oktober 2021.

Dari keterangan Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, motif pelaku mengarah ke dugaan cemburu. Pelaku diduga cemburu karena korban sering mengirim chat ke istrinya dengan kata-kata mesra.

"Indikasi-indikasi sudah ada dan sedang kita dalami. Salah satunya pelaku merasa cemburu terhadap korban, karena korban sering berkomunikasi melalui chatting dengan istri pelaku," katanya, Rabu, 27 Oktober 2021.

 Kapolda Nusa Tenggara Barat, Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, mengeluarkan ancaman pecat terhadap Brigadir Polisi Kepala berinisial MN, oknum anggota yang melakukan penembakan terhadap rekan kerjanya, Brigadir Polisi Satu HT, hingga tewas.

"Saya selaku kepala Polda NTB akan memproses sesuai aturan yang berlaku, dengan tegas, dan saya pastikan oknum tersebut di proses pidana dan akan saya pecat sesuai dengan mekanismenya," kata Iqbal, di Mataram, Rabu.

2. Polisi Cabuli istri tersangka

Kasus ini juga mencuri perhatian publik, di mana seorang penyidik Bripka RHL dari Polsek Kutalimbaru diduga melakukan pencabulan terhadap istri tersangka di hotel. Yang sadisnya lagi, korban tengah hamil.

Usut punya usut, pertemuan keduanya di hotel lantaran Bripka RHL mengiming-imingi korban untuk membebaskan suaminya dari tahanan, tetapi malah dicabuli.

Kasus dugaan cabul ini, dialami seorang berinsial MU (19) merupakan istri dari SM tersangka kasus narkoba ditangkap oleh Unit Reskrim Polsek Kutalimbaru di kos gang buntu, Jalan Kapten Muslim, Kota Medan pada 4 Mei 2021. Selain SM, polisi juga mengamankan AS.

Imbas kasus dugaan pencabulan itu, Kapolsek AKP Hendri Surbakti dan Kanit Reskrim Polsek Kutalimbaru, IPDA Syafrizal dicopot dari jabatannya dan 6 anggota Unit Reskrim Polsek Kutalimbaru dibebastugaskan.

3. Kapolres Nunukan aniaya anak buah

Kapolres Nunukan aniaya anggotanya

Photo :
  • tvOne / Kaltara

Mantan Kapolres Nunukan Kalimantan Utara AKBP Syaiful Anwar yang diduga menganiaya Brigadir SL. Beredar videonya, AKBP Syaiful menendang dan memukul Brigadir SL hingga terjatuh.

Akhirnya, Kapolda Kalimantan Utara Irjen Bambang Kristiyono mencopot AKBP Syaiful dari jabatan Kapolres Nunukan berdasarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/952/X/ KEP/2021 tertanggal 25 Oktober 2021. 

Dalam surat itu, Syaiful diperintahkan menyerahkan tugas dan tanggungjawab jabatan Kapolres Nunukan kepada Kapolda Kalimantan Utara. 

Selanjutnya, melaksanakan tugas sebagai Pamen (perwira menengah) Biro SDM Polda Kaltara dalam rangka pemeriksaan terkait video viral pemukulan terhadap personel Polres Nunukan.

4. Polisi Banting Mahasiswa

Brigadir NP, polisi yang membanting mahasiswa saat demo minta maaf

Photo :
  • VIVA/Sherly

Yang tak kalah sadis, anggota polisi yang berdinas di Tangerang, Banten. Brigadir NP diduga membanting mahasiswa inisial MFA (21), karena berunjuk rasa di Pemerintah Kabupaten Tangerang. 

Diduga, Brigadir NP tidak melaksanakan prosedur yang sudah ditetapkan dalam pengamanan demo. Brigadir NP dijatuhi hukuman sanksi berlapis, karena telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. 

Sanksi itu seperti penahanan di tempat khusus selama 21 hari, dan mutasi bersifat demosi menjadi Bintara Polresta Tangerang tanpa jabatan.

"Kita juga memberikan teguran tertulis yang secara administrasi akan mengakibatkan Brigadir NP tertunda dalam kenaikan pangkat dan terkendala untuk mengikuti pendidikan lanjutan,” kata Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro.

5. Pedagang dianiaya jadi tersangka

Kapolda Sumatera Utara, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak mencopot AKP Jan Piter Napitupulu dari jabatan Kapolsek Percut Sei Tuan Medan lantaran tidak profesional dalam menangani kasus pedagang membela diri atas tindak premanisme di Pasar Gambir, Medan.

Kasus ini berawal dari video viral keributan antara seorang pedagang wanita LG dengan pria yang diduga sebagai preman BS pada 5 September 2021. Polisi telah menangkap BS yang diduga melakukan penganiayaan terhadap LG. Meski BS sudah ditangkap, kasus ini belum juga usai.

Pencopotan Jan Piter berdasarkan Surat Telegram Nomor: ST/705/X/KEP/2021, tertanggal 13 Oktober 2021 yang ditandatangani atas nama Kapolda Sumatera Utara, Karo SDM Polda Sumatera Utara Kombes Heru Budi Prasetyo.

Dalam telegram, Jan Piter dicopot dari jabatan Kapolsek Percut Sei Tuan Medan dan dimutasi sebagai Pama Yanma Polda Sumatera Utara dalam rangka pemeriksaan atas penanganan kasus dugaan pemukulan pedagang. 
Lalu, Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko juga mengeluarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/3217/X/KEP/2021 tertanggal 12 Oktober 2021. 

Isinya, memerintahkan AKP Membela Karo Karo, Kanit Reskrim Polsek Percut Sei Tuan menjalankan tugas sehari-hari sebagai Pama Sipropam Polrestabes Medan dalam rangka pemeriksaan.

6. Polisi jadi maling mobil

Beralih ke Bandar Lampung, Bripka IS dipecat Polda Bandar Lampung karena diduga menjadi dalang aksi perampokan mobil mahasiswa di kawasan Bandar Lampung. 

Brpika IS dinyatakan terbukti melanggar aturan dalam sidang Komisi Etik dan Profesi yang dipimpin langsung Kepala Bidang Propam Polda Langung, Kombes M Syarhan pada Selasa, 26 Oktober 2021.

“Ketua Komisi memutuskan perbuatan terduga pelanggar sebagai perbuatan tercela, dan mendapat sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam sidang," kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad saat dihubungi wartawan pada Rabu, 27 Oktober 2021.

Bripka IS dikenai sanksi pemecatan merujuk Pasal 13 dan 14 Ayat (1) Huruf b Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. 

Dan, Pasal 7 Ayat (1) huruf b dan Pasal 11 c Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Selain itu, kata Pandra, Bripka IS juga bakal diproses secara hukum pidana oleh kepolisian atas kasus dugaan pencurian dan kekerasan sesuai Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana 12 tahun penjara.

7. Kapolsek setubuhi anak tersangka

Parahnya lagi, Kapolsek di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, Iptu IDGN dicopot gara-gara diduga terkait kasus perbuatan asusila terhadap anak perempuan seorang tersangka S. 

Pemecatan dilakukan melalui sidang kode etik yang digelar pada Sabtu, 23 Oktober 2021.

Dari hasil sidang tersebut, Kapolsek berpangkat Iptu ini dinyatakan melanggar etik dan direkomendasikan untuk diberhentikan tidak dengan hormat alias dipecat. 

Sidang berlangsung tertutup kurang lebih selama lima jam, di ruang sidang Kode Etik Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulawesi Tengah.

"Polda Sulteng telah melakukan sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dipimpin Kepala Bidang Propam Polda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi Ian Rizkian Milyardin, dengan putusan berupa rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," kata Kepala Polda Sulawesi Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Rudy Sufahriadi.

Iptu IDGN telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 13 dan Pasal 14 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Dan Pasal 7 Ayat (1) huruf b dan Pasal 11 huruf c Peraturan Kapolri Nomor 14/2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Namun, dari putusan yang merekomendasikan untuk dilakukan pemecatan, Inspektur Polisi Satu IGDN akan melakukan banding. "Terhadap putusan rekomendasi PTDH tersebut, Inspektur Polisi Satu IDGN menyatakan banding," kata Rudy.

Sikap Kapolri

Dari sejumlah kasus yang melibatkan anggota Korps Bhayangkara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya mengeluarkan Surat Telegram tentang kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oknum anggota polisi beberapa hari ini. 

Telegram diteken oleh Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.

Dalam Telegram itu, Sigit memerintahkan jajaran Bidang Humas agar transparan memberikan informasi tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang diduga dilakukan oknum polisi. Surat itu bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021.

“Memerintahkan Kabid (Kepala Bidang) Humas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelaa tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi,” kata Sigit dalam Telegramnya pada Senin, 18 Oktober 2021.

Mantan Kepala Bareskrim ini menyoroti ada tiga kasus yang menjadi perhatian publik beberapa hari ini, terkait tindakan anggota Polri yang diduga melakukan kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.

Satu, kasus Polsek Percut Sei Tuan Polrestabes Medan Polsa Sumut yang diduga tidak profesional dan proporsional dalam penanganan kasus penganiayaan. Dua, pada 13 Oktober 2021, terjadi kasus anggota Polresta Tangerang Polda Banten membanting mahasiswa yang melakukan unjuk rasa.

“Tiga, pada 13 Oktober 2021, terjadi kasus anggota Satlantas Polresta Deli Serdang Polda Sumut melakukan penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor,” ujarnya.

Dengan demikian, Sigit meminta para Kapolda untuk mencegah hal serupa agar tidak terulang kembali. Maka, diperintahkan kepada Kepala Kapolda mengambil tindakan tegas agar ada kepastian hukum.

"Agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan, dan berkeadilan. Melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat," jelas dia.

Memalukan institusi

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyebut aksi anggota polisi tersebut dinilai sudah mencoreng citra Polri. Dia juga meminta harus adanya evaluasi agar Polri menjadi baik kedepannya.

Terlebih dia menyoroti kasus pencabulan yang dilakukan oleh anggota polisi terhadap keluarga korban. Menurut Poengky, hal itu sangat memalukan.

"Kasus ini mengejutkan dan memalukan sekali. Propam harus tegas. Harus diterapkan pasal berlapis, baik pidana dan etiknya. Ini harus jadi evaluasi Polri kenapa penyidik bisa terlibat kasus ini. Mencoreng institusi Polri," ucap Poengky dalam wawancara dengan tvOne, Rabu malam 27 Oktober 2021.

Sementara itu, terkait tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anggotanya sendiri, Poengku menyayangkan hal ini terjadi. Dia menyebut masih ada cara yang humanis untuk menegur dan menghukum.

"Penggunaan kekerasan seharusnya tidak dipertontonkan oleh pimpinan kepada anggota. Tindakan menendang dan memukul tersebut menunjukkan masih adanya praktek militeristik warisan Orde Baru yang tidak layak diterapkan di Kepolisian pascareformasi," kata Poengky.