Prabowo Dukung Kasus Proyek Satelit Kemhan Diusut Tuntas

VIVA Militer: Menhan RI Prabowo Subianto sambut kedatangan Menhan Australia
Sumber :
  • Menhan RI

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menjelaskan pengungkapan kasus proyek satelit Kementerian Pertahanan pada 2015 mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Selain Jokowi, beberapa menteri seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga mendukung kasus ini di bawa ke peradilan pidana.

"Presiden juga meminta agar segera dibawa ke ranah peradilan pidana. Menkominfo setuju, Menkeu bersemangat. Menhan Prabowo dan Panglima TNI Andika juga tegas mengatakan bahwa ini harus dipidanakan," kata Mahfud dalam akun Instagramnya, @mohmahfudmd yang dikutip VIVA pada Minggu, 16 Januari 2022.

Dia mengatakan Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sudah menyampaikan jangan ada pengistimewaan terkait dugaan korupsi ini. Pun, ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam pengusutan kasus ini.

"Bahkan Menhan dan Panglima TNI tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan kepada korupsi dari institusi apa pun, semua harus tunduk pada hukum. Saya berbicara dengan Jaksa Agung yang ternyata juga menyatakan kesiapannya dengan mantap untuk mengusut kasus ini," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Mahfud menjelaskan alasan pemerintah terutama dirinya yang baru membongkar kasus yang merugikan negara ratusan miliar rupiah tersebut. Pengadaan satelit komunikasi pertahanan atau Satkomhan itu diduga sudah ada pada 2018.

VIVA Militer: Menkopolhukam RI, Mahfud MD

Photo :
  • tniad.mil.id

Menurut dia, saat itu dirinya belum menjadi Menko Polhukam sehingga tak mengetahui adanya kasus tersebut.
Dia juga mengaku baru mengetahui ada laporan pemerintah harus hadir lagi ke sidang Arbitrase di Singapura terkait gugatan PT Navayo. Hal ini untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan.

"Saya kemudian mengundang rapat pihak-pihak terkait sampai berkali-kali tetapi ada yang aneh. Sepertinya ada yang menghambat untuk dibuka secara jelas masalahnya," tutur Mahfud.

Dia juga menyebut dirinya meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT). "Hasilnya ternyata ya seperti itu, ada pelanggaran peraturan perundang-undangan," kata Mahfud.

Mahfud sebelumnya melaporkan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proyek pengadaan satelit Kemhan pada 2015. Mahfud mengatakan, negara mengalami kerugian ratusan miliar rupiah. 

Dia menyebut, dugaan pelanggaran terjadi pada 2015-2016 dalam membuat Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Proyek tersebut memiliki nilai kontrak yang sangat besar. Padahal, saat itu, anggarannya sendiri belum ada. 

Mahfud pun menjelaskan Kemhan pada 2015 melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan kerjasama yang anggarannya belum ada. Selain Avanti, beberapa perusahaan lain yang terlibat yaitu Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. 

Kata dia, merujuk kontrak tanpa anggaran negara itu jelas melanggar prosedur. Pihak Avanti kemudian menggugat Pemerintah RI di London court of International arbitration. 

Gugatan itu dilakukan karena pihak Kemhan tak bisa membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang ditandatangani. Mahfud menyebut jumlah yang mesti ditanggung negara imbas dari proyek bodong tersebut.

"Ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 miliar. Jadi, negara membayar Rp515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," tuturnya.