Eks Kadis Divonis Bebas, Edy Rahmayadi: Anak Buah Saya Tak Bersalah

Gubernur Sumatera Edy Rahmayadi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan memvonis bebas mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan (56). Atas putusan tersebut, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi angkat bicara.

"Saya bersyukur, anak buah saya tidak bersalah. Itu positif thinking, saya sampaikan tempo hari, praduga tidak bersalah harus kita lakukan. Suatu kenyataan pengadilan menyatakan dia tidak bersalah," sebut Edy Rahmayadi di rumah dinas Gubernur Sumut di Medan, Selasa.

Mantan Pangkostrad itu, menjelaskan kasus hukum dialami Effendi belum dinyatakan inkrah. Karena, ada upaya hukum akan dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.

Photo :
  • VIVA/B.S Putra

"Tapi bukan mempermasalahkan Effendi, benar enggak pengadilan itu, memutuskan. Itu urusan Pengadilan dengan Kejaksaan," ucap Gubernur Edy.

Disinggung nantinya soal posisi Effendy Pohan yang sementara tidak aktif dalam tugasnya sebagai Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPPTSP) Provinsi Sumut, Edy mengatakan nanti akan dikembalikan jabatan kepada Effendi.

"Oya, iya lah. Aturan seperti itu. Dia (Effendi) dihentikan selama proses penyelidikan dan penyidikan proses hukum," sebut mantan Ketua Umum PSSI itu.

Vonis

Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan memvonis bebas kepada Effendi atas kasus korupsi pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat, yang bersumber dari APBD Tahun 2020 sebesar Rp 2.499.769.520.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Effendi Pohan selama 4 dan tahun 6 bulan. Kemudian, denda Rp100 juta subsidair selama 3 bulan penjara. Dalam putusan bebas ini. Sempat diwarnai dengan hakim anggota Ibnu Kholik SH MH menyatakan dissenting opinion (perbedaan pendapat).

Dalam sidang berlangsung secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Medan secara virtual, Senin 21 Februari 2021. Dimana, Hakim Kholik menyatakan bahwa terdakwa Effendy Pohan terbukti ada menerima aliran dana sebesar Rp1.070.000.000.

Maka dari hal itu, hakim Kholik menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2022l1 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum.

Namun, dua majelis hakim lainnya yakni Jarihat Simarmata selaku Ketua majelis hakim dalam perkara tersebut dan hakim anggota Syafril Batubara menyatakan terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre.

"Menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Effendy Pohan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair dan dakwaan Subsider Penuntut Umum,” kata Hakim Ketua Jarihat Simarmata.

Selain itu, dalam amar putusannya majelis hakim juga memerintahkan agar  terdakwa yang ditahan di Rutan agar segera dibebaskan dan memulihkan kedudukan, harkat dan martabat terdakwa.

Menanggapi putusan bebas tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Langkat Boy Amali ketika dikonfirmasi, menyatakan tim JPU Kejari Langkat melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

"Kita Kasasi bang. Sebab, putusan majelis hakim berbeda dengan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa Effendy Pohan dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsidair selama 3 bulan penjara," katanya.

Selain itu, Boy menejelaskan terdakwa Effendy Pohan juga dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1.070.000.000, dengan ketentuan dalam satu bulan setelah putusan terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk negara. 

"Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan," ujar Boy Amali.

Mengutip surat dakwaan JPU mengatakan kasus bermula saat terdakwa Effendy Pohan menyetujui pelaksanaan kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin jalan di Kabupaten Langkat tanpa ada perencanaan dan menyetujui pekerjaan yang tidak sesuai dengan DPA-SKPD.

"Memerintahkan pembayaran tanpa melakukan pengujian dan penelitian kebenaran materiil terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ), melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD dan melakukan pengeluaran atas belanja beban APBD tanpa didukung dengan bukti yang lengkap dan sah," kata JPU Mohammad Junio Ramandre.

Lebih lanjut dikatakan JPU, terdakwa juga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya, menerima sesuatu yang bukan haknya yang patut diketahui Amatau diduganya berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Kemudian, melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tidak taat pada peraturan perundang-undangan serta tidak memperhatikan rasa keadilan menunjuk PPTK dalam kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan Jalan Provinsi di Kabupaten Langkat tidak sesuai dengan kompetensi jabatan.

"Dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin yang dilakukan terdakwa senilai Rp 1.070.000.000," sebutnya.