BMKG Ingatkan Bencana Hidrometeorologi Pasca Gempa Pasaman Barat

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperingatkan adanya ancaman lanjutan usai gempa bumi magnitudo 6.2 yang menghantam Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat, Jumat, 26 Februari 2022. Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, ancaman itu berupa potensi longsor, banjir, dan banjir bandang di area hulu sungai lereng Gunung Talamau. 

“Untuk gempa InsyaAllah perkembangannya jauh melandai. Artinya, gempa-gempa susulan yang terjadi semakin melemah menuju kestabilan,” kata Dwikorita Karnawati melalui keterangan resmi yang diterima Selasa 1 Maret 2022.

Menurut Dwikorita, pasca lindu yang merusak dan menimbulkan korban jiwa itu, yang harus diwaspadai saat ini adalah potensi bencana hidrometeorologi berupa potensi banjir ataupun banjir bandang serta longsor. Apalagi, mengingat saat ini masih musim penghujan.

”Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai pada lereng Talamau, harus lebih waspada dan siaga karena potensi tersebut bisa sewaktu-waktu terjadi. Jadi, kewaspadaan masyarakat harus bergeser, tidak lagi soal gempa tapi bencana akibat musim penghujan,” ujarnya.

Bangunan di Pasaman Barat Sumatera Barat Rusak Parah Akibat Gempa

Photo :
  • VIVA/ Andri Mardiansyah

Dwikorita menambahkan, berdasarkan hasil survei teridentifikasi adanya luapan banjir sedimen yang mencapai radius kurang lebih 200 meter dari tepi sungai. Maka dari itu, warga yang bermukim dan beraktivitas di sepanjang aliran sungai yang mengalir dari lereng atas gunung Talamau, diimbau untuk menghindari zona dalam radius 200 meter dari tepi sungai.

“Situasi ini, diperkirakan akan berlangsung pada Maret hingga April mendatang,” kata Dwikorita. 

Dwikorita menyebut, saat ini BMKG bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan upaya mitigasi guna mereduksi dampak jika sewaktu-waktu bencana hidrometeorologi menerjang. 

Pencegahan dilakukan BMKG kata Dwikorita, dengan terus memonitor cuaca dan intensitas hujan. Sementara BWS, melakukan pengerukan sedimen lumpur atau material longsoran yang terjadi akibat gempa dan tersapu oleh hujan atau aliran sungai, dengan menggunakan alat berat, agar aliran air tidak meluap ke pemukiman warga.

Upaya pengerukan ini, juga sekaligus untuk mencegah terbentuknya sumbatan material endapan longsoran pada lembah sungai. Sumbatan-sumbatan material tersebut sering terjadi akibat longsor saat gempa, dan akan berbahaya bila membendung aliran air hujan dan aliran sungai dari arah hulu.  Pasalnya, bendung tersebut sewaktu-waktu dapat jebol bila air terus terakumulasi dan menekan, seiring dengan peningkatan curah hujan.

“Kita, secara lebih intensif terus melakukan monitoring cuaca dengan menggunakan radar cuaca, serta memberikan prakiraan dan peringatan dini potensi cuaca ekstrem di area hulu sungai lereng Gunung Talamau. Kami, juga melakukan identifikasi zona bahaya di sempadan sungai dan sempadan lereng,” kata Dwikorita. 

Baca juga: Banyak Korban Gempa di Pasaman Barat Masih Belum Tersentuh Bantuan