Eksekusi Putusan Kerap Terkendala, Hakim MA Haswandi Gagas Police Justice
- vivanews/Andry Daud
Jakarta - Hakim Mahkamah Agung (MA), Haswandi mengusulkan perlunya police justice dan eksekusi hubungan lembaga penegak hukum dan peradilan. Menurut dia, permasalahan yang relevan dalam sistem peradilan di Indonesia diantaranya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum itu sering mengalami kendala saat pelaksanaannya.
Bahkan, kata Guru Besar Universitas Islam Sultan Agung ini, pemerintah mengakui kelemahan dalam pelaksanaan eksekusi sebagai salah satu kelemahan dalam sistem penegakan hukum perdata di Indonesia.
Tahun 2020, kata dia, dari 2.896 permohonan eksekusi yang diajukan di Peradilan Umum itu hanya 923 berhasil dieksekusi. Tahun 2021, dari 3.372 permohonan itu hanya 1.376 yang berhasil dieksekusi. Tahun 2022, dari 3.926 permohonan, hanya 2109 yang berhasil dieksekusi.
“Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang,” kata Haswandi melalui keterangannya pada Senin, 27 November 2023.
Terkait masalah eksekusi, kata dia, Mahkamah Agung RI dan Peradilan yang berada dibawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan yang khusus. Selama ini, ia menyebut praktik kebutuhan lembaga peradilan terhadap pengamanan eksekusi, pengamanan persidangan dan sebagainya sangat tergantung institusi kepolisian.
“Oleh karena itu, diperlukan suatu unit kepolisan yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan police justice,” ujarnya.
Kemudian, Haswandi mengatakan lambatnya pelaksanaan eksekusi tentu menjadi perhatian Mahkamah Agung, yang berusaha melakukan perbaikan melalui regulasi internal terkait prosedur eksekusi sebagai solusi jangka pendek. Namun, perbaikan yang lebih holistik dan komprehensif perlu melibatkan Pemerintah, DPR, dan lembaga yudikatif.
“Antara lain pembuatan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang eksekusi, serta pembentukan unit khusus eksekusi di Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai Central Autority pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Praktisi Hukum, Juniver Girsang menilai gagasan Haswandi soal police justice sangat tepat dalam pelaksanaan eksekusi dan lainnya. Karena, kata dia, pelaksanaan putusan itu ending bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum.
“Permasalahan dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelaksanaan eksekusi, yang membuat masyarakat pencari keadilan merasakan tidak ada kepastian hukum,” kata Ketua Peradi SAI ini.
Sementara Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara, Gunawan Widjaja melihat masalah pelaksanaan eksekusi ini memang selalu menjadi kendala. Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).
"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.
Maka dari itu, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait.
"Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," pungkasnya.