Kita Tidur di Atas Pusat Gempa, Kenapa Panik?

Panik Gempa di Jakarta
Sumber :
  • AP Photo/Achmad Ibrahim

VIVAnews - Diungkap dalam sejarah, Batavia sebagai cikal bakal Jakarta, pernah luluh lantak dihajar gempa. Dua di antaranya terjadi pada 1699  yang diikuti letusan Gunung Salak, dan tahun 1883, saat Krakatau mengamuk.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono mengatakan, letusan dua gunung itu bukan penyebab gempa bumi.

"Kebalik, justru gempa bumi tektonik bisa merangsang letusan gunung api. Kalau gempa vulkanik tidak merusak, sebab, maksimal kekuatannya 2 skala Richter," kata Surono saat dihubungi VIVAnews, Senin 26 Juli 2010 malam.

Misalnya, tambah dia, meletusnya Gunung Talang dipicu gempa Mentawai 2004.

Sementara, untuk potensi gempa Jakarta, Surono berpendapat, jika dilihat dari peta percepatan, tidak sesuai jika Jakarta disebut terancam. Apalagi, peta percepatan bukan peta bahaya gempa bumi.

"Yang membahayakan bukan percepatan gempa. Tapi, goncangannya, pelulukan -- keluarnya air dalam bumi-- bangunan di atasnya bisa merangsek ke dalam tanah seperti Hotel Ambacang."

"Atau bencana tsunami yang bisa diakibatkan gempa bumi."

Masyarakat, tambah dia, tak perlu panik. "Kita tidur di atas calon pusat gempa bumi, di atas magma. Jadi jangan paranoid."

Dari geografisnya, Indonesia memang berada di atas zona tektonik sangat aktif. Sebab, berada di antara tiga lempeng besar dunia –Pasifik, Australia, dan Eurasia, dan sejumlah lempeng kecil lainnya bertemu di wilayah nusantara.

Berada di lingkaran ‘cincin api’ atau ring of fire membuat negeri ini langganan bencana, seperti gempa dan letusan gunung berapi.

"Dari zaman nenek moyang, Indonesia sudah rentan gempa bumi. Mau diramalkan ahli atau tidak, Indonesia tetap rawan gempa. Tapi keturunan nenek moyang kita bisa mencapai 200 juta jiwa."

Menurut dia, isu gempa Jakarta bisa menimbulkan hambatan sosial maupun ekonomi. Efeknya tak hanya pada warga Jakarta, atau Indonesia, yang menggantungkan diri pada Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, tapi juga perwakilan asing. Juga mempengaruhi iklim investasi.

Yang terpenting, jelas Surono, adalah sikap waspada. Bagaimanapun gempa pasti ada, tidak bisa direkayasa. Yang harus dilakukan adalah bersikap waspada, mendirikan bangunan tahan gempa, dan persiapan diri. "Bencana datang pada saat kita lengah," ujarnya (np).