PP Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Pernyataan, Presiden Boleh Berpihak Menjurus Ketidaknetralan

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo.
Sumber :
  • Dok. Muhammadiyah.

Jakarta - Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan sikap terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai Presiden boleh berkampanye dan berpihak.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo mendesak, Jokowi untuk mencabut semua pernyataannya. Sebab, hal itu menjurus kepada ketidaknetralan seorang Kepala Negara.

"Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak," ujar Trisno dalam keterangannya Sabtu, 27 Januari 2024.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi

Photo :
  • Tangkapan layar


Muhammadiyah, jelas Trisno, meminta kepada Jokowi untuk menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Menurutnya, presiden harus menghindari potensi dari pemicu fragmentasi sosial.

"Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara. Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan
tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi," tegasnya.

Selain itu, Trisno meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan. "Terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu," jelasnya.

Kampanye Akbar Pilpres 2024

Photo :
  • Istimewa


Pun, dia menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Hal ini utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

Selain itu juga diminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara Pemilu, yang terindikasi ada kecurangan. Hal itu untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

Menurutnya, sikap ini penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak bukan sekadar mengkalkulasi suara. Namun, untuk memastikan penyelenggaraan pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya.

"Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara," ujarnya.

Lebih lanjut, Trisno mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pemilu, dan utamanya penyelenggara negara.

"Pengawasan semesta ini diperlukan untuk memastikan pemilu berlangsung secara jujur, adil, dan berintegritas agar diperoleh pimpinan yang legitimate dan berintegritas. Serta memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara oleh penyelenggara negara," imbuhnya.