Salat Tarawih Kilat di Ponpes Indramayu, Begini Hukumnya Menurut MUI

Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Zahrul Damawan.

Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh memberikan tanggapannya mengenai adanya sejumlah umat Islam yang melaksanakan tarawih dengan waktu yang sangat cepat. Menurut Asrorun, mengenai ibadah Salat tarawih ini, tak bisa dinilai dari cepat atau lama pelaksanaannya.

Asrorun mengatakan, terkait hal ini harus dilihat dari aspek syariahnya dulu, kemudian yang kedua dari aspek Maqosid Syariah. Aspek syariahnya, kata Asrorun, pelaksanaan salat itu merupakan bagian dari ibadah mahdhah atau ibadah yang syarat, rukun dan tata caranya sudah ditetapkan dan harus dipenuhi.

"Jadi isunya bukan soal cepat atau lama. Bisa jadi cepat dia terpenuhi syarat rukunnya, itu sah. Atau sebaliknya, dia lama tetapi tidak terpenuhi syarat dan rukunnya, dia tidak sah. Artinya Memang secara syar'i, isu soal lama atau cepat itu tidak begitu relevan ketika membincangkan soal aktivitas ibadah mahdhah ini," kata Asrorun, Senin, 18 Maret 2024

Salat Tarawih Kilat di Blitar, 23 Rakaat Hanya 10 Menit

Photo :
  • YouTube

Namun Asrorun mengingatkan, jika ibadah dilakukan terlalu cepat atau terlalu lama maka dikhawatirkan bisa kehilangan 'ruh' disyariatkannya pelaksanaan ibadah ini. "Yang pertama yang harus diperhatikan adalah terpenuhi syarat rukun salat," ujarnya

Dalam syarat sahnya Salat, Salah satu yang harus diperhatikan dalam aktivitas salat itu adalah soal terpenuhinya kewajiban dari pelaksanaan salat. 

"Jadi di situ ada syaratnya, di situ ada rukunnya, nah rukunnya salah satunya adalah pergerakan dilakukan secara tuma'ninah. Tuma’ninah Itu apa indikasinya, yaitu ketenangan dalam situasi gerakan, ada jeda yang menunjukkan keterpisahan," kata Asrorun

"Misalnya ketika rukuk dengan i'tidal itu ada keterpisahan. Rukuk jelas, sujud jelas, duduk diantara dua sujud jelas, sehingga ada keterpisahan, ini yang harus tercapai," tambahnya

Selanjutnya, dia juga mengingatkan terkait dengan bacaan dimana pembacaan Surat Al Fatiha harus dilakukan secara sempurna. "Kemudian kalau toh membaca surah, surah itu tidak menjadi rukun, tetapi dalam hal ini sunnah. Bisa surah pendek, bisa salah satu ayat diantara ayat Al Quran," ujar Asrorun 

Tetapi, kata Saleh, ayat pun juga harus yang tidak terpotong maknanya. "Misalnya 'Fawailul lilmusholliin' itu kan satu ayat, tetapi artinya ‘celakalah orang yang salat’, jadi harus disempurnakan," kata Asrorun

Asrorun juga mengungkapkan terkait tuntunan Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan Imam meringankan Salat apabila makmumnya dalam kondisi yang beragam.

"Apabila kamu mengimami masyarakat yang plural yang jamaahnya dari mana saja itu peringan. Karena apa? Karena di dalam makmum jamaah-mu itu bisa ada anak kecil, ada yang dewasa, ada yang senior, kemudian ada yang punya kebutuhan dan sebagainya. Kalau salat sendiri boleh dilamain," ujar Asrorun

Jemaah salat tarawih di Pondok Pesantren Al-Fatah, Temboro, Magetan.

Photo :
  • tvOne-Miftakhul Erfan

Namun Asrorun mengatakan, Imam boleh mempercepat ataupun memperlama Salat apabila memimpin salat yang jamaahnya khusus. Misal seperti di Ponpes Al Quraniyah yang mayoritas meminta imam melalsanakan salat tarawih secara cepat.

"Cuma kita harus pahami juga konteksnya. Kalau bersifat khusus, seperti yang di Ponpes Al Fatah Temboro, itu jamaahnya khusus, boleh nggak lama? Ya boleh. Kemudian yang di Al Quraniyah, boleh nggak cepet? ya Boleh. Tapi asal syarat rukunnya tetap terpenuhi," kata Asrorun.