"UU Perlindungan Saksi Menolak Impunitas"

Susno Duadji Temui Komisi III DPR
Sumber :
  • VIVAnews/ Tri Saputro

VIVAnews - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo menilai Pasal 10 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut dia, UU tersebut dibuat untuk memberi perlindungan dalam perkara pidana bagi para pelapor, saksi, dan korban. Pernyataan Harkristuti ini disampaikan sebagai pendapat pemerintah dalam uji materiil Pasal 10 ayat (2) UU PSK di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 19 Agustus 2010. Gugatan ini diajukan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Susno Duadji.

Adapun bunyi pasal ini adalah: 'Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.'

"Undang-undang ini menolak adanya impunitas," kata Harkristuti dalam sidang uji materiil Pasal di Mahkamah Konstitusi, Kamis 19 Agustus 2010.

Menurut dia, prinsip rule of law benar-benar ditegakkan dan pasal yang digugat tidak bertentangan dengan UUD 1945. "UU a quo tidak lagi memerlukan penafsiran karena sudah jelas. Apabila pemohon menyatakan ada perbedaan penafsiran maka itu merupakan pendapat yang sulit dipertahankan," ujarnya.

Dia juga menegaskan, UU tersebut sesuai dengan asas persamaan di muka hukum seperti yang diatur UUD 45 Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan  Pasal 28 G ayat (1).

"Apa yang terjadi pada pemohon adalah implementasi equal before the law sebagai konsekuensi tindak pidana dan tak boleh dikecualikan atas siapapun. Karena itu, UU a quo tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.

Harkristuti dalam kesempatan itu mewakili pemerintah menghadapi gugatan Susno agar pasal 10 ayat (2) UU PSK. Susno dan pengacaranya meminta MK agar pasal ini dinyatakan inkonstitusional dan tidak lagi mempunyai kekuatan mengikat.