Kapolri: Waspada, RMS Ingin Eksis di Maluku

Kapolri, Bambang Hendarso Danuri
Sumber :
  • Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews -- Kepala Kepolisian RI, Jenderal Bambang Hendarso Danuri melantik Brigadir Jenderal Syarief Gunawan sebagai Kapolda Maluku, menggantikan Totoy Hermawan.

Dalam sambutannya, Bambang Hendarso memberikan amanatnya terkait keamanan di Maluku. Menurut dia, rakyat Maluku masih menghadapi berbagai permasalahan keamanan.

"Yang sudah dilakukan Jenderal Totoy di Polda Maluku, di mana masyarakat di Maluku masih menghadapi luka-luka lama, sehingga tentunya kemungkinan adanya bentrok antar warga cukup tinggi disana," kata Kapolri saat memberikan amanat dalam pelantikan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 8 Oktober 2010.

Tak hanya potensi bentrok antar warga. BHD mengatakan, Maluku juga rawan dengan gangguan dari kelompok separatis, terutama Republik Maluku Selatan (RMS).

Kapolri pun meminta pejabat kapolda yang baru untuk menjadikan masalah RMS sebagai atensi khusus. "Terlebih lagi di sana masih ada kelompok separatis RMS yang masih mencoba eksis di negara ini," kata dia.

Namun demikian, BHD mengapresiasi kinerja pejabat kapolda Maluku yang lama, Brigjen Totoy. Menurut dia, Totoy telah berhasil memelihara keamanan di Maluku. "Sehingga dengan pengelolaan Jenderal Totoy kita melihat ada keberhasilan-keberhasilan yang cukup membanggakan.," kata dia.

Selain posisi Kapolda Maluku, Kapolri juga melantik dua Kapolda lainnya. Mereka adalah Kapolda Kepri dari Brigjen Pol Pudji Hartanto kepada Brigjen Pol Budi Winarso dan Kapolda Kalsel dari Brigjen Pol Untung Radjab kepada Brigjen Pol Syariefudin.



Nama Republik Maluku Selatan (RMS) akhir-akhir ini naik daun. Diawali tuntutan mereka agar pengadilan HAM di negeri itu menangkap SBY saat berkunjung ke Belanda pada Rabu 6 Oktober 2010 waktu setempat.

Persidangan itu membuat SBY mendadak membatalkan kunjungannya ke Belanda.

Namun, RMS kalah. Pengadilan di Den Haag menolak tuntutan untuk menangkap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono begitu tiba di Belanda. Keputusan pengadilan itu memenangkan argumen dari pengacara pemerintah bahwa sebagai tamu negara, Presiden Yudhoyono memiliki hak imunitas sehingga tidak bisa jadi subyek gugatan hukum. (umi)