Delapan Dusun Lereng Merapi Tak Boleh Dihuni

Aliran lahar dingin Merapi
Sumber :
  • Fajar Sodiq| Magelang

VIVAnews - Pemerintah Kabupaten Sleman, DIY tidak akan terburu-buru merelokasi warga yang tinggal di delapan dusun di wilayah kecamatan Cangkringan. Menurut rekomendasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, delapan dusun itu masuk kawasan rawan.

Jumlah warga yang berasal dari daerah itu diperkirakan mencapai 2.600 kepala keluarga. Mereka akan direlokasi setelah ada kepastian peta daerah rawan bencan dari BPPTK dan  kesepakatan dengan warga. Telah disiapkan enam lokasi jika relokasi dilaksanakan.

Karena belum ada kesepakatan dengan warga, "Sampai saat ini Pemkab Sleman belum berpikir untuk merelokasi warga korban erupsi Merapi," terang Sri Purnomo, Bupati Sleman, DIY, Selasa 18 Januari 2011

Sri Purnomo menegaskan bahwa untuk saat ini fokus pemerintah adalah menyelesaikan hunian sementara bagi 2.600 kepala keluarga yang masih tinggal di pengungsian. Dengan mendapat hunian sementara mereka mulai beraktivitas dan melakukan kegiatan ekonomi.

Sebelumnya, kepala BPPTK Subandriyo menegaskan bahwa instansinya kini sudah menyiapkan peta baru rawan bencara Merapi setelah erupsi tahun 2010 lalu.

Dalam peta baru ini, beberapa dusun di Kecamatan Cangkringan, Sleman, masuk dalam kategori rawan bencana, yang sebaiknya dikosongkan.

Dusun-dusun yang masuk rawan bencana ialah Dusun  Kinahrejo, Ngrangkah dan Pangukrejo, Desa Umbulharjo, serta Dusun Petung, Kaliadem, Jambu, Kopeng, Desa Kepuharjo, dan Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo. Daerah ini dimungkinkan terkena dampak langsung awan panas dan guguran material vulkanik lain.

Sultan Hamungkubuwono X, mengakui kalau sampai kini masih menunggu kepastian terbaru berupa peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) paska Erupsi Merapi 2010 dari ESDM. Peta terbaru itu berisi rekomendasi fungsi kawasan lereng Merapi.

"Kalau masyarakat menolak dan nekat menempati lagi kampung mereka, relokasi bisa jadi diurungkan," kata Sri Sultan, Selasa 18 Januari 2011

Laporan: Juna Sanbawa| Yogyakarta