Demokrat: Pejabat BNP2TKI Harus Dievaluasi

Duka & Doa Untuk Ruyati
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews – Fraksi Demokrat menyatakan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) harus bertanggung jawab atas eksekusi pancung yang menimpa TKI asal Bekasi, Ruyati binti Satubi, pada Sabtu, 18 Juni 2011, pekan lalu.

“BNP2TKI harus dievaluasi. Jajaran pimpinan di lembaga itu juga harus dievaluasi sebagai konsekuensinya,” kata Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustofa di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 21 Juni 2011. Menurutnya, hasil evaluasi terhadap BNP2TKI tersebut selanjutnya dapat diserahkan kepada Presiden.

“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden untuk memutuskan,” kata Saan lagi. Ia menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya tegas menginginkan agar proses penempatan dan perlindungan bagi TKI dijamin. “Hal itulah yang menjadi dasar dibentuknya BNP2TKI sebagai pelaksana komitmen tersebut,” ujar Saan.

Namun, lanjut anggota Komisi III DPR itu, tragedi Ruyati menjadi bukti bahwa BNP2TKI tidak bekerja dengan maksimal, karena eksekusi Ruyati dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga dan pemerintah. Saan sendiri mengaku sudah mengonfirmasi kasus Ruyati kepada pihak keluarganya secara langsung.

“Berdasarkan penjelasan pihak keluarga, kasusnya sudah terjadi sejak tahun 2010 lalu,” kata Saan. Ia mengatakan, keluarga Ruyati sudah beberapa kali mendatangi BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri untuk meminta bantuan hukum untuk Ruyati.

“Tapi bukannya memberi bantuan riil, pihak BNP2TKI justru hanya memberi pernyataan standar bahwa kasusnya sedang diproses dan diusahakan,” ujar Saan. Proses itu, lanjut Saan, terus berulang sampai eksekusi Ruyati akhirnya terjadi.

“Jadi ini murni kelalaian BNP2TKI. Laporan tidak ditanggapi dengan respon serius,” tegas Saan. Ia menambahkan, BNP2TKI baru serius ketika kasus sudah besar dan mendapat perhatian publik.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, perwakilan asing di Arab Saudi umumnya kesulitan dalam memberikan perlindungan maksimal terhadap warga negara mereka yang tersandung perkara hukum, karena proses peradilan di negeri itu tidak transparan.

“Diinformasikan bahwa sidang lanjutan Ruyati akan dilakukan terlebih dahulu. Namun kenyataannya hukuman dilaksanakan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah RI,” ujar Natalegawa dalam rapat dengan Komisi I DPR, Senin 20 Juni kemarin.

Natalegawa menambahkan, proses pengadilan di Saudi, terutama yang menyangkut hukuman mati, memang sudah lama menjadi perhatian internasional, termasuk Amnesti Internasional. (eh)