Pengamat: Rekonsiliasi Ambon Belum Selesai

Aparat keamanan berjaga setelah kerusuhan di Ambon, 11 September 2011
Sumber :
  • AP Photo

VIVAnews - Kerusuhan antarkelompok di Ambon Minggu lalu menunjukkan proses rekonsiliasi antara warga yang dibangun pemerintah dan tokoh masyarakat di daerah tersebut belum sepenuhnya selesai.

"Rekonsiliasi di beberapa tempat di Ambon belum selesai. Beberapa tempat, komunikasi antarkampung tidak jalan. Orang gampang sekali salah paham, akibatnya kekerasan muncul di sana-sini," kata Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gajah Mada, Samsu Rizal Pangabean kepada wartawan, Senin 12 September 2011.

Menurut Rizal, proses rekonsiliasi antarmasyarakat masih sangat dibutuhkan. Sebab, antarwarga masih muncul ketidakpahaman dan saling curiga akibat dampak trauma konflik yang pernah terjadi sebelumnya.

Dia mencontohkan, masing-masing kampung yang dihuni komunitas Muslim dan Kristen sampai saat ini masih saling berjaga jarak agar tidak menimbulkan konflik. "Mereka masing-masing selalu ekstra hati-hati. Urusan kecelakaan saja, gampang sekali berubah menjadi masalah yang lebih serius," kata Rizal.

Rizal menyarankan, para tokoh agama dan tokoh masyarakat mengajak warga masyarakat untuk lebih saling berbaur, membangun dialog, saling pengertian, dan kesepahaman melalui berbagai acara kegiatan. "Persoalannya selama ini mispersepsi dan misinformasi antara warga masyarakat yang sering kali jadi pemicu konflik," ujarnya.

Sementara itu, pengamat konflik internasional UGM, Eric Hiarej menilai, persoalan konflik Ambon tidak lepas dari proses identifikasi yang diterima masing-masing kelompok agama terhadap isu konflik internasional.

Mereka pun, dia menambahkan, menganggap konflik yang terjadi di kampungnya sebagai bagian dari perwujudan konflik internasional.

"Beberapa kampung, sejak 30 tahun lalu, sejak saya kecil sampai sekarang tetap belum berubah, mereka menganggap kampung Kristen sebagai ‘Israel’ dan kampung Islam sebagai ‘Palestina’," ujar pria yang dibesarkan di Ambon ini.

(Laporan: Juna Sanbawa | Yogya, eh)