Polisi Harusnya Keluarkan Mobil Watercannon

Sumber :

VIVAnews - Pengamanan pasukan kepolisian yang hanya sekitar 250 orang dalam aksi unjuk rasa menuntut pengesahan Provinsi Tapanuli dinilai sangat lemah. Kekuatan polisi dinilai tidak sebanding dalam menghadapi massa yang mencapai dua ribu orang.

"Jumlah itu sudah termasuk Brimob, kecil sekali. Jumlah itu tidak proporsional. Antisipasinya kurang cepat dan kurang tanggap," ujar pengamat pidana dari Universitas Indonesia, Rudi Satrio dalam perbincangan dengan VIVAnews melalui telepon, Rabu 4 Februari 2009.

Rudi menilai, seharusnya satuan intelijen di kepolisian dapat mengantisipasi kedatangan massa tambahan yang semakin banyak. Sebab masih ada waktu bagi polisi untuk menyiapkan pasukan di saat ada pengerahan massa tambahan.

"Kalau demonstrannya dua ribu, itu harusnya mobil watercannon (untuk membubarkan massa) dan pagar kawat sudah dikeluarkan," ujar Rudi. Maka itu, Rudi menganggap ada kelemahan pengamatan intelijen di Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Aksi unjuk rasa gabungan mahasiswa dan masyarakat yang menuntut pengesahan Provinsi Tapanuli berhasil merangsek masuk ke ruang sidang Gedung DPRD. Saat massa masuk ke ruang itu, anggota dewan sedang menggelar sidang paripurna bersama Sekretaris Daerah.

Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat yang terus dikejar demonstran dievakuasi ke salah satu ruangan. Sekretaris Partai Golkar Sumatera Utara itupun pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Abdul Aziz akhirnya tewas dalam perjalanan.

Korban diduga mengalami pengeroyokan oleh demonstran. Tetapi hasil pemeriksaan polisi, korban tewas karena penyakit jantung.