KY: Penghianat Profesi Harus Dihukum Berat

Ilustrasi.
Sumber :
  • unisa.edu.au

VIVAnews - Komisi Yudisial mengapresiasi putusan pengadilan yang menghukum hakim penerima suap dengan berat. Hakim yang dimaksud adalah hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Imas Dianasari yang divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Suparman Marzuki mengatakan dalam situasi seperti ini, putusan yang dijatuhkan kepada Imas tergolong cukup tinggi.

"Kalau kita bandingkan dengan putusan-putusan lain yang serupa menerima suap tapi hanya dihukum 2,5 tahun atau 1,8 tahun," kata dia di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2012.

Suparman menilai salah satu faktor yang memberatkan Imas mungkin karena dia seorang penegak hukum yang dianggap mengkhianati profesinya. "Seorang penghianat profesi harus dihukum berat," tegasnya.

Menurutnya, putusan hakim pasti telah mempertimbangkan beberapa aspek. "Jaksa tentu bisa menuntut setinggi-tingginya, tapi putusan tetap di tangan hakim. KY harus menghormati putusan itu," pungkasnya.

Seperti diketahui, terdakwa Imas dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 12 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang gratifikasi.

Kasus suap Hakim Imas bermula dari perkara industrial PT Onamba Indonesia (OI) yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Odih dan Imas sepakat memenangkan gugatan PT OI dengan imbalan hadiah berupa uang.

Untuk sidang di PHI Bandung, Imas menerima uang Rp352 juta dari Odi yang menjadi perwakilan untuk memenangkan kasus mereka. Putusan sidang pada April 2011 mengabulkan semua gugatan PT OI.

Imas ditangkap KPK saat menerima uang Rp200 juta dari HRD PT OI Odih Juanda. Uang tersebut diserahkan Odih di Rumah Makan Ponyo di Cinunuk, Kabupaten Bandung, pada 30 Juni 2011. Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Imas 13 tahun penjara dan denda Rp200 juta. (umi)