Ketua KPK: Kompol Novel Penyidik Utama Kasus Simulator SIM

Sejumlah polisi datangi KPK untuk membawa penyidik Kompol Novel
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVAnews - Mabes Polri membidik anggotanya yang kini menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kompol Novel Baswedan. Jumat malam, provost Mabes dari Polda Metro dan Polda Bengkulu gedung KPK untuk menjemput paksa Novel.

Alasan polisi, sewaktu menjabat Kasat Reserse Polda Bengkulu, Kompol Novel pernah terlibat , delapan tahun lalu.

Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, sejak kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri yang melibatkan Inspektur Jenderal Djojo Susilo, banyak penyidik KPK mendapatkan teror.

"Misalnya teror ke rumah, ada orang-orang yang tak dikenal. Sejak mulai kasus korlantas ditingkatkan," ujar Ketua KPK Abraham Samad, Jumat malam, 5 Oktober 2012.

Kompol Novel, menurut Abraham, merupakan penyidik utama dalam kasus tersebut. "Yang bersangkutan adalah ujung tombak jadi penyidik utama kasus simulator korlantas," tegasnya.

Lalu, apa salah Novel sehingga harus dijemput paksa?

Menurut sejumlah keterangan Polri, Novel pernah melakukan penembakan terhadap pencuri burung walet di Bengkulu pada 2004. Untuk mempertanggungjawabkannya, jajaran Polda Bengkulu mendatangi KPK untuk menangkapnya.

Ganjilnya, penangkapan ini justru saat ada perseteruan antara KPK dan Polisi. Padahal kasus sudah lewat 8 tahun silam.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto  membantah Novel sebagai pelaku penganiayaan tahanan di Polres Bengkulu pada 2004. Anak buahnya lah yang melakukan kesalahan hingga menyebabkan nyawa tahanan itu meninggal dunia.

Tapi, sebagai atasan, Novel yang mempertanggungjawabkan tindakan itu. "Kasus ini sudah melalui proses pengadilan kode etik, dan sudah dinyatakan selesai pada 2004," kata Bambang kepada wartawan dalam konferensi pers, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Sabtu dini hari, 6 Oktober 2012.

Selain tak berdasar, upaya penangkapan dan penggeledahan Novel juga tak berdasar. Surat penggeledahan tidak ada persetujuan pengadilan dan tak ada nomornya. "Ini bagian dari salah satu upaya kriminalisasi KPK," kata Bambang. (umi)