Denny Indrayana: Susu Grasi Dibalas Tuba Narkoba

Wakil Menkumham Denny Indrayana Saat Jumpa Pers Verifikasi Partai Politik
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana merasa perlu meluruskan polemik pemberian grasi kepada terpidana narkoba yang kembali berbuat pidana serupa, Olla. Denny membantah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengobral grasi.

Penjelasan itu disampaikan Denny Indrayana dalam keterangan tertulis yang Kamis 8 November 2012. "Secara bergurau, tapi serius, kasus Olla saya sebut ibarat pepatah, "susu grasi dibalas tuba narkoba," jelas Denny yang juga menulis penjelasan ini di akun twitter-nya.

Denny membantah bahwa Presiden SBY telah mengobral grasi bagi terpidana narkoba. "Permohonan grasi narkoba kepada SBY ada 126. Mayoritas ditolak, yaitu 107 atau 85 persen," kata Denny.

Bagi Denny, bagaimana mungkin menolak 85 persen permohonan disebut mengobral grasi? Karena dari 19 yang dikabulkan, 10 diberikan kepada anak-anak, 1 kepada tuna netra. "Sisanya 5 WNI, 3 WNA," ujarnya lagi.

Dari 19 yang dikabulkan, mayoritasnya yaitu 16 WNI dan hanya 3 WNA. Menurut Denny, data itu membantah grasi narkoba karena tekanan asing. "Adalah keliru berargumen bahwa SBY adalah satu-satunya presiden yang pernah memberikan grasi narkoba," jelas mantan Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini.

Faktanya, lanjut Denny lagi, ada 10 grasi narkoba yang pernah diberikan sebelumnya yaitu di era Presiden Soeharto dan Presiden Megawati Soekarnoputri. Ada dua hal lain yang menjadi pertimbangan pemberian grasi: persoalan hukuman mati dan advokasi WNI di luar negeri.

Tentang hukuman mati, dari 198 negara, 154 negara atau mayoritas, yaitu sekitar 80 persen cenderung menolak hukuman mati. Data hingga 4 Oktober 2012, dari 297 WNI yang diancam hukuman mati, 100 sudah berhasil diselamatkan.

Dari 100 yang berhasil diselamatkan, 42 orang, atau mayoritas adalah kasus narkoba. Dari 197 kasus yang tersisa, 120 orang atau 61 persen, atau mayoritas adalah kasus narkoba.

"Logikanya, ketika kita mendesak presiden minta ampun WNI di luar negeri, tidak fair kita larang presiden beri ampun di dalam negeri. Jadi tidak benar Presiden SBY mengobral grasi narkoba. Tidak benar SBY satu-satunya presiden yang memberikan grasi narkoba," tegas Denny.

Denny tegaskan, Presiden SBY justru sangat selektif karena telah menolak 85 persen permohonan grasi narkoba dan mengikuti perkembangan dunia yang menolak hukuman mati. "Kita juga perlu mengingat mayoritas WNI kita yang diancam hukuman mati di luar negeri karena terkait kasus narkoba," ujar Denny. (umi)