Yamanie Dipecat, KY Telusuri Peran Imron dan Nyak Pha
Selasa, 11 Desember 2012 - 17:06 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Majelis Kehormatan Hakim memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat Hakim Agung Achmad Yamanie. Yamanie terbukti melakukan pemalsuan putusan Peninjauan Kembali Hengky Gunawan, pemilik pabrik narkoba dan pengedar narkoba jenis ekstasi di Surabaya.
Baca Juga :
Adanya putusan pemecatan Yamanie, Komisi Yudisial bertindak cepat dengan memeriksa anggota majelis PK Hengky Gunawan. Anggota majelis tersebut yakni Ketua Majelis PK Imron Anwari, dan hakim anggota Nyak Pha.
"KY akan memeriksa Imron Anwari dan Nyak Pha secara terpisah dari kasus Yamanie karena ada laporan masyarakat tentang putusan PK itu," kata Wakil Ketua Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, Selasa, 11 Desember 2012.
Pengakuan Yamanie di hadapan Majelis Kehormatan Hakim hari ini akan digunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan Imron dan Nyak Pha.
"Karena Yamanie mengaku mengubah pertimbangan putusan konon atas permintaan ketua majelis. Kita perlu telusuri itu," ungkap Imam.
Komisi Yudisial juga akan mengungkap apa motif yang ada di balik perubahan lamanya hukuman Hengky Gunawan. "KY perlu mengungkap apa motif di balik perubahan lamanya pemidanaan itu," tegas dia.
Seperti diketahui, Majelis Kehormatan Hakim memutuskan memberhentikan Hakim Agung Achmad Yamanie secara tidak hormat.
"Hakim terlapor, Hakim Achmad Yamanie terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Karena itu hakim terlapor diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim agung," ujar Ketua Majelis Kehormatan Hakim, Paulus E Lotulung dalam Sidang MKH di Gedung MA, Jakarta, hari ini.
Hakim Yamanie menjadi salah satu anggota majelis pemeriksa perkara Peninjauan Kembali kasus Hengky Gunawan, pemilik pabrik narkoba dan pengedar narkoba jenis ekstasi di Surabaya. Pertengahan Agustus 2011, majelis ini memutuskan untuk memotong vonis Hengky, dari pidana mati menjadi 15 tahun.
Putusan bernomor 39/PK/Pid.Sus/2011 itu menuai kritik karena pertimbangan potongan hukuman tersebut dinilai tak masuk akal. Majelis berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia. Padahal hukum positif Indonesia mengenal vonis mati untuk kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.
Kejanggalannya tak cuma itu. Dalam putusan PK yang dikirim ke Pengadilan Negeri Surabaya, tempat awal kasus ini disidang tahun 2006, vonis bagi Hengky tertulis lebih rendah lagi, yaitu 12 tahun.
Dalam Sidang MKH, Hakim Yamanie membantah telah melakukan pemalsuan putusan PK Hengky Gunawan.
Hakim Yamanie mengaku tidak membaca kembali draf putusan yang ia tandatangani. "Saya tidak membaca lagi, karena itu bukan otoritas saya, tapi otoritas ketua majelis. Saya tidak menduga putusan tersebut amarnya 12 tahun karena putusan yang disepakati adalah 15 tahun," tegas Yamanie. (eh)