Perpustakaan Kampus Ini Tolak Sumbangan Buku Tan Malaka
Selasa, 3 September 2013 - 09:36 WIB
Sumber :
- Antara/ Arief Priyono
VIVAnews - Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, yang akan diwisuda wajib memberikan satu buku untuk pustaka institut dan pustaka fakultas. Adil Wandi, calon sarjana Akidah Filsafat, memilih memberikan buku mengenai Ibrahim Datuk Tan Malaka, seorang pahlawan nasional. Namun, buku tersebut ditolak oleh petugas pustaka di Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol.
"Wajar (saya memberi buku itu). Sulit mencari buku Tan Malaka di kampus ini," kata Adil Wandi yang kepada VIVAnews
, Senin 2 September 2013.
Adil Wandi menyebutkan, ia sudah dua kali mendatangi fakultas untuk memberikan buku tersebut sebagai syarat wisuda. Namun, petugas menolak dengan alasan tidak adanya mata kuliah Tan Malaka di Fakultas Ushuluddin. "Petugas tidak mau menerima karena buku Tan Malaka tidak masuk dalam silabus," kata Adil Wandi.
Petugas yang diketahui bernama Nasrul Makdis tersebut membenarkan penolakan tersebut. "Benar. Kami tidak terima buku Tan Malaka karena tidak ada mata kuliah Tan Malaka dan tidak masuk dalam silabus. Dalam aturannya, kami hanya menerima buku yang ada dalam silabus," kata Nasrul Makdis.
Adil Wandi yang akan wisuda bulan November ini dengan skripsi tentang konsep negara menurut pemikiran Tan Malaka mengatakan, buku Tan Malaka penting dibaca. Karena, menurut Adil, buku pemikiran Tan Malaka yang dituangkan dalam berbagai buku juga berisi tentang politik dan filsafat, relevan dengan studinya di Fakultas Ushuluddin.
"Untuk menyelesaikan skripsi, saya harus mencari buku Tan Malaka di luar. Karena tidak tersedia di pustaka kampus. Jadi karena itu saya berniat memberikan buku "Apa dan Bagaimana Tan Malaka" awalnya. Tapi ditolak, kemudian saya datang lagi dengan membawa sejumlah buku koleksi saya tentang Tan Malaka, ditolak juga. Padahal, buku Tan Malaka sangat bagus. Selama ini Tan Malaka seolah dibungkam rezim pra reformasi," ujar Adil.
Meski sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, Tan Malaka memang seolah dilupakan nasibnya di masa Orde Baru. Bekas pentolan Partai Komunis Indonesia yang kemudian membelot mendirikan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) ini akhirnya tewas ditembak setelah dituduh hendak menggulingkan pemerintahan Soekarno-Hatta meski kemudian Soekarno merehabilitasinya dengan memberinya anugerah Pahlawan Nasional atas perannya selama perjuangan kemerdekaan.
Tan Malaka dikenal sebagai pejuang-intelektual. Di masa pelariannya dari kejaran pemerintahan kolonial Belanda, Tan Malaka menulis sejumlah buku termasuk salah satu buku mengenai konsepsi Republik Indonesia. (eh)
Baca Juga :
"Wajar (saya memberi buku itu). Sulit mencari buku Tan Malaka di kampus ini," kata Adil Wandi yang kepada VIVAnews
Adil Wandi menyebutkan, ia sudah dua kali mendatangi fakultas untuk memberikan buku tersebut sebagai syarat wisuda. Namun, petugas menolak dengan alasan tidak adanya mata kuliah Tan Malaka di Fakultas Ushuluddin. "Petugas tidak mau menerima karena buku Tan Malaka tidak masuk dalam silabus," kata Adil Wandi.
Petugas yang diketahui bernama Nasrul Makdis tersebut membenarkan penolakan tersebut. "Benar. Kami tidak terima buku Tan Malaka karena tidak ada mata kuliah Tan Malaka dan tidak masuk dalam silabus. Dalam aturannya, kami hanya menerima buku yang ada dalam silabus," kata Nasrul Makdis.
Adil Wandi yang akan wisuda bulan November ini dengan skripsi tentang konsep negara menurut pemikiran Tan Malaka mengatakan, buku Tan Malaka penting dibaca. Karena, menurut Adil, buku pemikiran Tan Malaka yang dituangkan dalam berbagai buku juga berisi tentang politik dan filsafat, relevan dengan studinya di Fakultas Ushuluddin.
"Untuk menyelesaikan skripsi, saya harus mencari buku Tan Malaka di luar. Karena tidak tersedia di pustaka kampus. Jadi karena itu saya berniat memberikan buku "Apa dan Bagaimana Tan Malaka" awalnya. Tapi ditolak, kemudian saya datang lagi dengan membawa sejumlah buku koleksi saya tentang Tan Malaka, ditolak juga. Padahal, buku Tan Malaka sangat bagus. Selama ini Tan Malaka seolah dibungkam rezim pra reformasi," ujar Adil.
Meski sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, Tan Malaka memang seolah dilupakan nasibnya di masa Orde Baru. Bekas pentolan Partai Komunis Indonesia yang kemudian membelot mendirikan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) ini akhirnya tewas ditembak setelah dituduh hendak menggulingkan pemerintahan Soekarno-Hatta meski kemudian Soekarno merehabilitasinya dengan memberinya anugerah Pahlawan Nasional atas perannya selama perjuangan kemerdekaan.
Tan Malaka dikenal sebagai pejuang-intelektual. Di masa pelariannya dari kejaran pemerintahan kolonial Belanda, Tan Malaka menulis sejumlah buku termasuk salah satu buku mengenai konsepsi Republik Indonesia. (eh)