Nazaruddin Diperiksa Soal Kasus Alkes Universitas Udayana

Mantan Bendahara Umum Demokrat Jadi Saksi Untuk Anas.
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Mantan Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa 17 Maret 2015.

Nazaruddin diperiksa terkait perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Khusus Pendidikan Infeksi dan Pariwisata di Universitas Udayana tahun anggaran 2009.

"Sebagai saksi untuk tersangka MDM (Made Meregawa)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.

Nazaruddin diperiksa bersama dengan mantan anak buahnya yakni, Clara Maureen. Mantan Karyawati Grup Permai itu juga akan diminta keterangannya sebagai saksi untuk Made Meregawa.

Nazaruddin sudah tiba di Gedung KPK sejak pukul 11.15 WIB dengan menumpang mobil tahanan.

Saat ditanyakan mengenai perkara yang menjeratnya, Nazar malah menyebut siap membongkar sejumlah proyek yang melibatkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono.

"Ini mau dibuka soal Mas Ibas terima proyek di mana saja," ujar Nazar.

Diketahui, KPK telah meningkatkan perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Khusus Pendidikan Infeksi dan Pariwisata di Universitas Udayana tahun anggaran 2009, ke tahap penyidikan.

"Penyidik telah menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup dan disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi," kata Johan Budi.

Johan menambahkan, pihaknya kemudian menetapkan dua orang tersangka dalam perkara ini. Tersangka pertama adalah Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan, Universitas Udayana, Made Meregawa. Made merupakan pejabat pembuat komitmen dalam kasus ini.

Sedangkan tersangka yang kedua berasal dari pihak swasta, yakni Direktur PT Mahkota Negara, Marisi Matondang. PT Mahkota Negara diketahui merupakan salah satu perusahaan yang pernah dimiliki Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat.

Johan menyebutkan bahwa nilai proyek pengadaan itu mencapai Rp16 miliar. Menurut dia, yang disidik oleh KPK dalam perkara ini adalah program tahun jamak-nya.

"Ada dugaan mark-up. Diduga, ada pemufakatan dan rekayasa dalam proses pengadaan. Diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp7 miliar," ujar Johan.

Kedua tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHPidana. (ase)

Baca juga: