Mengupas Tradisi Penggal Kepala Manusia di Suku Dayak

Tari Dayak Taja-Ba’
Sumber :
  • Dody Handoko/VIVA.co.id

VIVA.co.id - Perburuan kepala manusia pernah dilakukan oleh Suku Dayak, Kalimantan. Kepala manusia ini mereka persembahkan kepada Penompa (Sang Pencipta) agar terhindar dari berbagai bencana.

Tradisi yang pernah dianut Suku Dayak, ratusan tahun silam ini, juga dapat dilihat dari gerak-gerik tari Taja-Ba’ yang diperagakan Sanggar Bengkawan dan Sanggar Tamai O'Gong di Pesta Kesenian Bali beberapa waktu lalu.

Simplisius, ketua sanggar, menjelaskan bahwa tarian Taja-Ba’ merupakan cermin masa lampau dari peradaban Suku Dayak, di mana pada masa itu masih ada tradisi perburuan kepala manusia. Perburuan dilakukan saat terjadi perang antar Suku Dayak.

“Selain untuk memperebutkan daerah kekuasaan dan pengaruh, peperangan ini dilakukan sebagai persembahan. Mengayau atau perburuan kepala ini dilakukan, karena bagi masyarakat Dayak, mempersembahkan kepala musuh kepada Ponompa atau sang Pencipta merupakan kehormatan dan kebanggaan tertinggi,” kata dia.

Melalui tarian Taja-Ba’, kepala musuh dipersembahkan sebagai wujud membayar khaul dan memohon keselamatan agar terhindar dari berbagai bencana. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, perburuan kepala berikut tarian Taja-Ba’ tidak pernah lagi dilaksanakan.

Lebih dari 100 tahun lalu, tradisi ini mulai hilang setelah dilakukan pertemuan perdamaian perang antar suku Dayak yang digelar di Tumbang Anoi tahun 1819. Saat itu, tradisi perburuan kepala secara sepakat dihentikan.

Hal ini, jelasnya, didasari pemikiran bahwa tradisi ini tidak memiliki manfaat apapun bagi masyarakat Dayak, kecuali kebencian dan dendam yang tak akan pernah hilang.

“Kalau pun tradisi ini tidak dilaksanakan, tidak ada kerugian bagi masyarakat Dayak. Keyakinan akan kemurkaan Sang Pencipta jika tradisi itu tak dilaksanakan akhirnya terbantahkan. Tidak terjadi musibah atau bencana yang melanda masyarakat Dayak jika tradisi itu tidak dilaksanakan. Kutuk pun tidak akan terjadi jika khaul persembahan kepala manusia tidak dilaksanakan,”tambahnya.

Seiring waktu, hilangnya tradisi penggal kepala ini juga membuat tarian khasnya meredup. Gerak tarian Taja Elang dan tetabuhan Krogogok, Kroneo dan Boneh yang melekat pada tarian persembahan Taja-Ba’ nyaris punah. Padahal tarian itu merupakan salah satu karya seni dan budaya yang patut dilestarikan.
 
Akhirnya, untuk mengenang keberanian dan penghormatan terhadap tradisi leluhur serta perdamaian antar Suku Dayak, tradisi itu diangkat dalam bentuk pertunjukan yang bertajuk tari Taja-Ba’. (ren)