Waduk Jatigede, Membendung Hak dan Kehidupan Masyarakat

Ilustrasi-Siswa Sekolah Dasar
Sumber :
  • ANTARA/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id - Pemerintah akhirnya meresmikan pengisian awal Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin 31 Agustus 2015. Proyek yang tertunda hingga setengah abad ini diproyeksikan akan menjadi salah satu penyedia sumber air saat kemarau melanda. Tak cuma itu, waduk kedua terbesar di Indonesia ini juga akan digunakan sebagai sumber tenaga bagi PLTA dengan kapasitas hingga 1.110 megawatt.

Baca Juga:

Difungsikannya Waduk Jatigede sesungguhnya tak lepas dari janji kampanye Presiden Joko Widodo saat Pemilu lalu. Kala itu, Jokowi sudah menyebutkan akan membangun 49 waduk di Indonesia. Misinya untuk menjaga ketahanan pangan dan ketersediaan air di Indonesia. Tentu juga berkaitan dengan megaproyek pembangkit listrik di Indonesia.

Dari historisnya di berbagai pranala, Waduk Jatigede sudah digagas di penghujung tahun 1960-an. Namun baru bisa dilakukan pembebasan lahannya pada tahun 1982.

Baca Juga:

Riak penolakan sudah muncul sejak itu. Meski tak secara masif, namun terbukti pemerintah menunda pembangunannya hingga berpuluh tahun. Masalahnya, pembebasan lahan masih tersangkut.

Membendung Hak

Berpuluh tahun silam, sekira tahun 1970-an, proyek pembangunan waduk di sejumlah negara dunia ketiga menjadi primadona. Bank Dunia menjadi penyokong proyek ini di sejumlah negara.

Namun sayang, mimpi besar di waduk-waduk raksasa yang dibangun di sejumlah negara akhirnya buyar. Konflik sosial berkepanjangan, kerusakan siklus hidrologis yang mengkhawatirkan, hingga perusakan kawasan untuk permukiman ulang penduduk, akhirnya menjadi bumerang.

Baca Juga:

"Pada tahun 1990-an, pembangunan waduk di negara ketiga pun mulai surut. Kasus India, di waduk Kabini, yang merusak siklus hidrologis dan merusak sumber daya air di lembah sunagi telah memberi pelajaran berharga," ujar Vandana Shiva seperti dikutip dalam bukunya Water Wars: Privatization, Pollution and Profit (2002).



Tak cuma itu, proyek-proyek waduk itu akhirnya menyimpulkan pemikiran yang sama di mata semua pihak. Yakni, meniadakan Hak Asasi Manusia.

Baca Juga:

Puluhan ribu rakyat kecil dipaksa keluar dari tanahnya. Ribuan lahan pertanian hilang. Situs-situs bersejarah pun diberangus sedemikian rupa. Hak-hak rakyat pun dirampas dan dipaksa digantikan dengan kompensasi pembayaran ganti rugi yang belum tentu sepadan dengan kondisi kekinian.

Lantas, apakah Waduk Jatigede ini bisa dijamin tak menyerupai pengalaman buruk di sejumlah negara lain yang sudah mengalaminya lebih dulu? Sejauh ini, pemerintah tetap optimistis dan yakin, mimpi Presiden Jokowi akan terus berjalan mulus.

(mus)