Di-PHK, Pria Tunawicara Ajukan Uji Materi ke MK

Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Edwin Hartana Hutabarat, seorang penyandang cacat tuna rungu dan tuna wicara yang telah diputus hubungan kerja (PHK) oleh sebuah perusahaan percetakan, mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menggugat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Pendamping dan penerjemah Edwin, Barita Lumban Batu mengatakan pasal yang digugat ini dianggap telah merugikan hak konstitusionalnya. Sebabnya, karena norma ini ia terancam kehilangan hak pesangon dan hak lainnya selama proses PHK.

Pasal 82 berisi ketentuan gugatan oleh pekerja atas PHK dapat diajukan hanya dalam waktu tenggang satu tahun sejak diterimanya keputusan dari pihak pengusaha.

Sementara Edwin sudah di-PHK sejak 12 September 2014. Sehingga PHK atas dia tidak bisa digugat ke Pengadilan Hubungan Industrial karena aturan jangka waktu itu.

"Pemohon kehilangan hak karena tidak mungkin menuntut permasalahan ini ke lembaga penyelesaian hubungan industrial," ujar Barita dalam sidang uji materi melalui teleconference dari Universitas Sumatera Utara Medan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015.

Barita menceritakan saat Edwin mendapatkan PHK, Edwin tidak puas dengan pesangon dan penghargaan dari perusahaan. Akhirnya Edwin sempat berunding dengan perusahaan yang difasilitasi dinas sosial tenaga kerja pemerintah kota Medan.

Tapi hasil perundingan justru dianggap malah merugikannya dan ia menuding dinas sosial tidak netral.

Kembali pada substansi gugatan, pada intinya ia merasa pasal yang digugat justru menguntungkan perusahaan untuk lepas tanggungjawab atas pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, kekurangan upah, dan ganti rugi lainnya. Ia pun meminta norma tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

Menanggapi permohonan pendahuluan ini, Hakim konstitusi Maria Farida Indrati menuturkan permohonan pemohon lebih cenderung terkait pada kasus konkret. Karena itu ia menyarankan agar pemohon bisa menguraikan alasan pemohon bahwa pasal yang digugat bertentangan dengan konstitusi.

"Ini yang seharusnya diuraikan dalam permohonan," ujar Maria pada kesempatan yang sama.

Lilis Khalisotussurur/Jakarta