Suap Hakim, Ini Dakwaan Ketua PTUN Medan

KPK Tangkap Tangan Ketua Hakim PTUN Medan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id - Tripeni lrianto Putro, Hakim serta Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan didakwa telah menerima uang ribuan dolar dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti.

Uang sebesar SGD5.000 dan US$15.000 itu diberikan melalui Otto Cornelis Kaligis dan anak buahnya yang bernama M Yagari Bhastara Guntur alias Gary.

Menurut jaksa Mochamad Wiraksajaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 8 Oktober 2015., pemberian uang itu dimaksudkan untuk memengaruhi putusan yang diperiksa dan diadili oleh Tripeni selaku Ketua Majelis Hakim, ditemani Hakim Anggota Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta Syamsir Yusfran sebagai Panitera.

Yaitu untuk mempengaruhi keputusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang Dugaan Terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,.

Jaksa mengatakan, awal mula tindak pidana itu terjadi ketika Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis dan Plh Sekretaris Daerah Pemprov Sumut mendapat panggilan permintaan keterangan dari pihak Kejaksaan Tinggi Sumut pada sekitar bulan Maret 2015.

Panggilan itu terkait dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) serta Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.


Mengetahui adanya surat panggilan itu, Gatot merasa khawatir perkara tersebut akan mengarah kepada dirinya. Oleh karena itu, Gatot bersama istrinya Evy, kemudian menemui Kaligis untuk berkonsultasi. Kaligis lantas mengusulkan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi ke PTUN Medan.


Selain itu, Kaligis juga menyarankan agar Ahmad Fuad Lubis serta Sabrina tidak memenuhi panggilan Kajati. Hal itu disetujui Gatot dan Evy.


Sebagai syarat pengajuan gugatan ke PTUN, Ahmad Fuad Lubis lalu menandatangani surat kuasa kepada Tim Penasehat Hukum yang terdiri dari OC Kaligis, Rico Pandeirot, Yulius Irawansyah, Anis Rifai dan Gary. Surat kuasa ditandatangani atas permintaan Gatot di sebuah rumah makan pada bulan April 2015.


Pada pertengahan bulan April 2015, Kaligis bersama Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias lndah, diantar oleh Syamsir menemui Tripeni di ruang kerjanya. Mereka membahas mengenai rencana pengajuan permohonan gugatan terkait penyalahgunaan kewenangan yang merupakan perkara baru atau belum pernah disidangkan melalui PTUN.


Kala itu, Tripeni sempat mengatakan 'silakan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa'.


Usai konsultasi, Tripeni menerima uang SGD5.000 yang dimasukkan dalam amplop putih dari Kaligis. Tidak hanya Tripeni, Syamsir juga menerima uang US$1.000 dari orang yang sama.


Pada sekitar awal bulan Mei 2015, Tripeni melalui Syamsir menyampaikan kepada Gary agar Kaligis mendaftarkan permohonan tersebut.


Ketika gugatan didaftarkan pada tanggal 5 Mei 2015, Kaligis kembali menemui Tripeni di ruang kerjanya. Tripeni kembali menerima uang US$10.000 dalam amplop yang diselipkan pada buku dari Kaligis. Pemberian itu sekaligus meminta Tripeni menjadi Hakim yang menyidangkan permohonan tersebut, supaya dapat menjatuhkan putusan sesuai petitum yang diajukan Kaligis.


Tripeni pun lantas menunjuk dirinya sebagai Ketua Majelis Hakim serta menunjuk Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sebagai anggota. Dia juga menunjuk Syamsir sebagai penitera.


Pada tanggal 18 Mei 2015 sebelum sidang, Tripeni kembali bertemu Kaligis, Gary dan Indah di ruang kerjanya. Kaligis meyakinkan Tripeni agar berani memutus sesuai petitum yang diajukannya.


Jaksa menyebut pada tanggal 1 Juli 2015, Evy Susanti mengirimkan uang US$30.000 dan Rp50 juta kepada Kaligis melalui Yenny Octarina Misnan. Uang itu untuk diberikan kepada Tripeni, Dermawan, Amir dan Syamsir.


Kaligis menyuruh Yenny memasukkan uang dalam 5 amplop, dengan rincian 3 amplop masing-masing berisi US$5.000 dan 2 amplop masing-masing berisi US$1.000. Amplop kemudian diserahkan kembali kepada OC Kaligis.


Malam harinya, OC Kaligis bersama dengan Gary dan Indah langsung terbang menuju Medan. Sesampainya di Medan, mereka langsung melakukan pertemuan dengan Gatot membahas perkembangan gugatan di PTUN Medan.


Tanggal 2 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan Indah kembali bertemu Tripeni di ruang kerjanya dengan diantar Syamsir untuk meyakinkan bahwa gugatan itu masuk dalam wewenang PTUN.


Usai pertemuan, Kaligis sempat memberikan amplop putih pada Tripeni namun ditolaknya.


Kaligis lantas menyuruh Gary menunggu di Pengadilan untuk menemui Dermawan. Ketika bertemu dengan Dermawan di ruangan Syamsir, Gary memaparkan arahan Kaligis agar menetapkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut tidak sah. Sementara untuk meminta keterangan, Kaligis meminta agar Gary menyampaikan kepada Dermawan bahwa hal itu harus dilalui setelah dilakukan pemeriksaan internal lebih dulu.


Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Dermawan kepada Amir dan keduanya sepakat untuk memenuhi permintaan tersebut. Dermawan lalu mengatakan pada Gary bahwa mereka setuju atas permintaan Kaligis dengan meminta kompensasi dan meminta Kaligis menemui mereka pada tanggal 5 Juli 2015 di kantor PTUN Medan.


Di tanggal yang disepakati, Kaligis bersama Gary dan Indah kemudian datang ke kantor PTUN Medan dengan memakai mobil yang disiapkan Gatot untuk menyerahkan uang kepada Dermawan dan Amir. Kaligis menyuruh Gary menyerahkan dua amplop berisi masing-masing US$5.000 yang diselipkan ke dalam buku kepada Dermawan dan Amir. Pemberian uang itu dilaporkan Gary kepada Kaligis.


Setelah pemberian, Kaligis kemudian memberi lagi dua amplop kepada Gary dan memerintahkan agar amplop yang tipis diberikan kepada Syamsir. Sementara satu amplop lainnya untuk disimpan terlebih dulu. Besoknya, Dermawan dan Amir menyampaikan pemberian uang itu kepada Tripeni dan mengatakan bahwa uang yang diterima tidak sesuai yang diharapkan. Atas penyampaian tersebut Tripeni menanggapinya dan berkata, 'itu, kan hanya sebagian yang dikabulkan.'


Pada tanggal 7 Juli 2015, Majelis Hakim membacakan putusan dengan amar yakni mengabulkan sebagian gugatan. Majelis menyatakan bahwa Permintaan Keterangan terhadap mantan Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis terdapat unsur penyalahgunaan wewenang sehingga dinyatakan tidak sah.


Usai sidang, Gary menemui Syamsir kemudian menyerahkan amplop berisi uang US$1.000. Pada saat penyerahan, Gary meminta Syamsir menyampaikan bahwa OC Kaligis akan menemui Tripeni minggu depan.


Lalu pada 8 Juli 2015, Tripeni menyampaikan ke Gary melalui Syamsir agar Kaligis menemuinya sebelum dia cuti. Gary kemudian menanyakan kepada Indah mengenai uang yang akan diberikan pada Tripeni. Gary mendapat jawaban bahwa dia yang akan menyerahkannya.


Di hari berikutnya, 9 Juli 2015, Gary menemui Tripeni di Kantor PTUN dengan diantar Syamsir. Ketika itu, Tripeni menerima uang US$5.000 dalam amplop putih.


Akibat perbuatannya, Jaksa menyebut perbuatan Tripeni merupakan tindak pidana korupsi. Tindakannya melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.