Gelang Jemaah Haji Disarankan Dirancang Tak Mudah Dilepas

Jamaah haji dapat perawatan saat tragedi di Mina
Sumber :
  • REUTERS/Directorate of the Saudi Civil Defense/Handout via Reuters
VIVA.co.id - Tim Identifikasi Jemaah Haji Indonesia korban musibah di Mina, Arab Saudi, menemui banyak kendala teknis dalam proses pengenalan jenazah. Satu di antaranya adalah masalah teknis dan cenderung remeh, tetapi cukup vital, yakni gelang jemaah haji.

Gelang berbahan logam yang memuat informasi singkat tentang identitas jemaah haji Indonesia itu dianggap terlalu mudah terlepas, atau dilepas. Tak jadi soal kalau fungsinya hanya aksesoris.

Perkaranya ialah, gelang itu bisa menjadi satu-satunya petunjuk manakala ada jemaah hilang tersesat, pingsan, dan tak ada petugas Indonesia yang mengetahui keberadaannya, atau wafat dalam musibah seperti di Mina pada 24 September 2015.

Letnan Kolonel TNI Jaetul Muchlis, ketua Tim Identifikasi Jenazah, mengisahkan beberapa pengalamannya mengindentifikasi jenazah jemaah haji Indonesia di tempat pemulasaraan Mu’aishim.

Menurut Muchlis, proses identifikasi memang tak hanya berdasar gelang identitas, melainkan juga sesuai foto dan dokumen pendukung lain. Namun, proses identifikasi akan lebih mudah dan cepat, manakala gelang identitas masih melingkar pada tangan jemaah wafat, atau sakit/pingsan.

Muchlis mengatakan, sejauh ini, banyak jemaah dirawat di ruang rawat darurat di beberapa rumah sakit di Mekkah yang tanpa identitas yang diketahui. “Sehingga dari awal masuk pun di pendaftaran majhul (tidak diketahui identitasnya), cuma dikatakan itu Indonesia. Ini juga jadi ada kerja tambahan kalau tidak lengkap,” kata Muchlis di Mekkah, Kamis waktu Arab Saudi, 8 Oktober 2015, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, Kemenag.go.id.

Dia mengaku menerima informasi dari petugas kesehatan Arab Saudi yang menceritakan bahwa ada satu negara yang mendesain gelang jemaahnya tidak mudah dilepas. "Gelang identitas itu tidak bisa lepas dari tangan jemaah, apa pun keadaannya, kecuali putus tangannya, atau digunting (dipotong) gelangnya."

Dalam kondisi apa pun, gelang itu tetap melingkar di tangan jemaah. Bahkan, ketika misalnya jemaah meninggal dunia dan terinjak-injak jemaah lain, seperti dalam tragedi Mina. Petugas yang mengindentifikasi pun pertama dan utama yang diperiksa adalah gelang itu, lalu hal-hal lain.



Pendapat serupa disampaikan dr. Taufik Tjahjadi, utusan Kementerian Kesehatan RI dalam Tim Identifikasi Jemaah Haji. Gelang yang tak mudah dilepas akan lebih memudahkan, atau meringkas prosedur dalam proses pengindentifikasian.

Dokter Taufik juga menyarankan, agar nama jemaah haji Indonesia pada gelang identitas ditulis/dicetak dengan abjad Arab, atau kombinasi keduanya. Alasannya, identitas jenazah, atau jemaah yang dirawat di rumah sakit di sana ditulis dalam huruf Arab. Kesamaan abjad akan lebih memudahkan pencocokan identitas jenazah, atau dirawat karena sakit.

"Jadi, ketika mereka melihat gelang itu, tinggal disalin saja sesuai dengan yang ada dalam tulisan,” kata Dokter Taufik.

Hal lain yang lebih penting daripada urusan teknis itu, ialah kedisiplinan jemaah haji Indonesia mematuhi jadwal pelaksanaan rukun-rukun haji, sebagaimana ditetapkan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).

Soalnya, satu dari sekian sebab banyak jemaah wafat dalam tragedi Mina itu, ialah melanggar jadwal pelaksanaan melempar jamrah. Akibatnya, mereka berdesak-desakan dengan ribuan atau, bahkan ratusan ribu jemaah dari negara lain.

Muchlis mengingatkan, jadwal dibuat tentu karena sebuah alasan, terutama demi mengatur pergerakan jemaah agar tidak terkonsentrasi pada waktu yang sama, sehingga mengurangi potensi berdesakan.

“Ini sering kita sampaikan ke jemaah, dari mulai selebaran, sosialisasi langsung, dan sebagainya. Tetapi, jemaah haji kita masih ada saja yang tidak mematuhinya. Ini harus dipertajam lagi sosialisasi. Bila perlu, sejak dari Tanah Air,” ujarnya. (asp)