Soal Revisi UU KPK, Aktivis Nilai Asumsi DPR Tak Logis

Ray Rangkuti, pengamat politik pada lembaga Lingkar Madani Indonesia.
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Ray Rangkuti, aktivis yang juga pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani, menilai asumsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak logis.

Sebab, menurut dia, berbagai kekhawatiran penyalahgunaan wewenang penyadapan, yang menjadi salah satu pertimbangan revisi, tidak pernah terbukti. DPR, kata Ray, hanya menilai berdasarkan rumor.

"DPR ingin merevisi agar KPK tidak menyalahgunakan wewenang seperti penyadapan, namun DPR sendiri tidak pernah menemukan bukti bahwa KPK menyadap untuk kepentingan pribadi," ujar Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2016.

Ray meminta agar DPR bercermin kepada institusinya sendiri. Sebab jika dianalogikan, DPR sendiri dinilai sering diduga menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi maupun golongan.

"Berapa banyak anggota DPR yang dengan jabatannya menerima suap, yang terbaru kasus (dugaan) korupsi Darmayanti," ujarnya.

Untuk itu, lanjut dia, revisi UU KPK mutlak dihentikan. Hal tersebut demi mengembalikan citra DPR di mata rakyat.

Selain soal penyadapan, setidaknya ada 13 pasal yang akan diubah dalam revisi UU KPK. Di antaranya terkait pemberian kewenangan penghentian penyidikan (SP3), penghilangan status lex spesialis dan adanya komisi pengawasan.