TNI Akui Khilaf Rampas Kamera Jurnalis Peliput Pesawat Jatuh

Petugas mengangkut puing-puing pesawat latih tempur Super Tucano
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
VIVA.co.id - Tentara Nasional Indonesia (TNI) memohon maaf secara terbuka atas tindakan aparatnya yang merampas kamera dan drone milik jurnalis yang meliput insiden kecelakaan pesawat latih militer di Malang, Jawa Timur, pada Rabu, 10 Februari 2016.

Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh di Malang, Marsekal Pertama RM Djoko Senoputro, bahkan mengakui tindakan prajuritnya terhadap pekerja pers itu tidak patut. Tindakan itu dianggap melanggar kebebasan pers yang dijamin konstitusi.

“Saya akui langkah anggota (prajurit TNI Angkatan Udara yang merampas peralatan jurnalis) itu kurang tepat,” kata Djoko kepada wartawan di Malang pada Jumat, 12 Februari 2016.

Djoko mengaku telah meminta maaf kepada pemimpin redaksi media yang jurnalisnya mengalami intimidasi itu. Dia berjanji menghukum prajuritnya yang menghalang-halangi tugas jurnalistik itu.

"Saya sudah kontak pemrednya (pemimpin redaksi), menyampaikan permohonan maaf dari TNI AU atas insiden yang menimpa dua jurnalisnya ketika liputan di lapangan," ujar Djoko.

Disebut maling

Sebelumnya, kamera dan drone yang dioperasikan tiga awak redaksi Jawa Pos, Radar Malang, dirampas prajurit TNI AU pada Rabu, 10 Februari 2016. Saat itu, mereka mengoperasikan drone dari sekitar stasiun Blimbing, sekira 300 meter dari lokasi jatuhnya pesawat di Gang 12 Jalan LA Sucipto, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

Setelah drone turun, sejumlah personel TNI AU mengambil paksa kamera drone, remote control, telepon genggam, dan monitor pemantau drone. Mereka kemudian digelandang ke salah satu rumah warga.

”Di sana kami ditanyai dengan nada yang kasar. Ada lima orang petugas TNI AU bertanya: ‘Kenapa memotret dengan drone? Wilayah ini sudah dipasang garis polisi, jadi enggak boleh ambil gambar. Kalau pake drone harus izin. Dasar anjing kamu. Kamu ini maling, tahu, enggak?’,” kata Darmono, fotografer Radar Malang, menirukan ucapan petugas saat itu. 

Darmono dan kawannya kemudian dibawa ke Lanud Abdulrachman Saleh untuk diinterogasi tentang identitas dan pekerjaan mereka. Kamera dan peralatan lain tetap disimpan setelah Darmono dan kawan-kawannya dibebaskan.

Kejadian kedua kembali menimpa jurnalis dari media yang sama, Nurlayla Ratri. Petugas TNI AU merampas memori kameranya setelah ketahuan mengambil foto lokasi kejadian dari salah satu rumah penduduk.

Disanksi

Kepala Penerangan dan Perpustakaan Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Mayorsus Hamdi Londong Allo, menambahkan bahwa aparatnya telah memberikan sanksi disiplin militer terhadap anggotanya yang mengintimidasi jurnalis.

"Nantinya kami akan membuat standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan peliputan rekan media ketika ada kejadian seperti ini dan akan disosialisasikan kepada seluruh anggota Lanud. Apalagi tentang penggunaan drone, banyak anggota yang tidak tahu," kata Londong.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang memprotes tindakan personel TNI Angkatan Udara dalam mengamankan lokasi jatuhnya pesawat tempur taktis Super Tucano TT-3180. Tindakan intimidasi dan perampasan menyalahi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 8 dan pasal 4 ayat 2.

Pelanggaran pasal diancam hukuman penjara dua tahun atau denda Rp500 juta, seperti tercantum pada pasal 18 ayat 1. “AJI mengecam intimidasi dan kekerasan pada jurnalis. Pelaku harus diproses sesuai Undang-Undang Pers,” kata Hari Istiawan, Ketua AJI Malang.