Wakil Bupati Bantul Anggap Ponpes Waria Perlu

Polisi menemui massa organisasi Front Jihad Islam yang mendatangi pesantren khusus para waria di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat, 19 Februari 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Wakil Bupati Bantul,  Abdul Halim Muslih mengatakan, waria yang ingin belajar agama di pesantren akan diakomodir. Para waria bisa belajar di pondok pesantren (ponpes). Untuk itu, ponpes waria di kawasan Bantul tidak ditutup.

"Kalau para waria ini ingin belajar agama Islam secara baik dan benar maka pondok pesantren tempatnya," kata Abdul Halim di Bantul, Yogyakarta, Senin, 22 Februari 2016.

Hal yang disampaikan wakil bupati ini bertolak belakang  dengan pernyataan Kepala Seksi Keagamaan Dinas Sosial Bantul, H Sudadi Mt yang justru menegaskan bahwa tidak boleh ada ponpes bagi waria di Kabupaten Bantul. Hal tersebut menurut Sudadi didasarkan pada agama Islam yang hanya mengakui laki-laki dan perempuan. Bantul menurut dia tidak menerima adanya ponpes untuk waria.
 
Namun, Wakil Bupati Abdul Halim Muslih menilai, waria merupakan kelainan sejak lahir sehingga mereka punya hak yang sama dengan warga lainnya. Yang perlu dilakukan untuk waria justru adalah pembinaan.

"Permasalahan waria ini sudah lama dibicarakan oleh ulama dan waria ini harus dilindungi karena mereka dilahirkan tidak dengan sempurna. Mereka harus dibina dan dibimbing bukannya dimusuhi," lanjut Abdul Halim.

Menurutnya permasalahan waria berbeda dengan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang kini menjadi sorotan dan komunitas itu cukup vokal menyampaikan berbagai tuntutan.

"LGBT berbeda dengan waria. LGBT bukan terjadi karena kelainan semenjak mereka dilahirkan namun faktor lingkungan juga yang mempengaruhi perilaku mereka. Kalau LGBT harus ada diskusi panjang," ujarnya menambahkan.

Sebelumnya, ormas Front Jihad Islam (FJI) Yogyakarta mendatangi ponpes waria di Kecamatan Banguntapan, Bantul, pekan lalu. Ponpes diduga  mengajarkan fiqih waria. Kedatangan ormas Islam garis keras ini menyebabkan sejumlah santri merasa terteror dan diungsikan ke Kantor LBH Yogyakarta.

(mus)