Demo Tutup Freeport Ditengarai Ditunggangi Penguasa Papua

Aliansi Mahasiswa Papua dikumpulkan usai terlibat bentrok dengan pihak kepolisian saat melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran HI Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Ribuan pemuda adat Papua direncanakan menggelar unjuk rasa di Istana Presiden Jakarta pada Kamis, 3 Maret 2016. Demo itu untuk menuntut mengembalikan Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua yang sudah berjalan 15 tahun. Mereka juga mendesak pemerintah pusat menutup operasional tambang raksasa PT Freeport Indonesia. Aksi itu ditengarai ditunggangi penguasa Papua. 
 
"Saya sangat yakin ada yang membiayai rencana aksi demo itu. Kalau bukan orang kuat (penguasa), siapa lagi. Mereka yang punya kepentingan mengembalikan Undang-Undang Otonomi Khusus dan Freeport ditutup,” ujar Ketua Barisan Merah Putih Papua, Ramses Ohee, kepada wartawan dii Jayapura pada Senin, 29 Febuari. 
 
Salah satu tokoh integrasi Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia itu menilai, tidak mungkin swasta menunggangi rencana aksi unjuk rasa itu. Soalnya swasta tidak punya kepentingan dalam pelaksanaan otsus dan penutupan Freeport.
 
"Yang punya kepentingan para pemangku kebijakan di birokrasi, DPRP dan MRP. Lagi pula dari mana uangnya para pemuda kalau tidak dibiayai," ujar Ramses.
 
Dia meminta semua yang mengklaim sebagai pemuda adat, yang akan menggelar aksi demo, untuk mengurungkan niat mereka. “Jangan sudah pakai dananya terus mencoba menghindar dari kesalahan, karena menyalahgunakannya. Itu bukan budaya kita orang Papua," katanya. 
 
Mengenai tuntutan menutup Freeport jika Presiden Direktur-nya bukan orang asli Papua, Ramses mengatakan, hal itu tidak memiliki dasar yang jelas. "Kalau jabatan Presdir Freeport, kan, tidak bisa asal pasang, semua harus dikonsultasikan dulu,” katanya. 
 
Decky Ovide, Koordinator aksi unjuk rasa itu sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Nasional Pemuda Adat Papua, menolak tudingan Ramses. "Sama sekali tidak ada satu pun pejabat Papua yang membonceng rencana aksi unjuk rasa kami. Ini murni idealisme pemuda adat Papua.”
 
“Saya berani sumpah. Kami hanya ingin nyatakan kepada pemerintah pusat bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus itu produk gagal, jadi perlu dievaluasi," kata Decky saat dihubungi melalui telepon selulernya. 
 
Dia menghargai pendapat Ramses sebagai orang tua. Tetapi tuduhan itu tidak benar. Para pemuda juga tidak mau terlibat dalam polemik saling menyalagkan. “Kami hanya mau memberikan solusi kepada pemerintah pusat bahwa otsus itu hanya begitu-begitu, jadi perlu dievaluasi," katanya.
 
Mengenai tuntutan penutupan Freeport, itu karena selama keberadaannya tidak memberikan sumbangsih yang signifikan bagi kehidupan masyarakat Papua. "Freeport jadi sumber konflik, bukan menjadi solusi memberikan dalam kesejahteraan bagi rakyat Papua," ujarnya.
 
Decky mengklaim aksi demo damai akan diikuti sekira 2000-an pemuda adat Papua di depan Istana Presiden. Surat pemberitahuan juga sudah dilayangkan kepada Polda Metro Jaya.