KPK Akan Periksa Bos Agung Sedayu 'Aguan' Sugiyanto Kusuma

Reklamasi Teluk Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan pemeriksaan terhadap Bos Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan yang juga sudah dicegah keluar negeri.

Pencegahan tersebut terkait penyidikan kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DKl Jakarta terkait Reklamasi Teluk Jakarta.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang memastikan, penyidik KPK akan segera memanggil Aguan. Karena itu, Aguan terpaksa harus dicegah agar memudahkan penyidikan kasus ini. "Iya (segera dipanggil). Itu tujuannya dia dicegah," kata Saut saat dikonfirmasi, Senin, 4 April 2016.

Meski demikian, Saut tidak menjelaskan kapan pengusaha pengembang properti itu akan diperiksa. Namun pihak KPK memang tengah mendalami keterlibatan Aguan dalam kasus tersebut. "Ada potensi kaitannya," ujarnya menambahkan.

Secara terpisah, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengaku belum mendapatkan jadwal pemeriksaan Aguan. Yuyuk hanya menyebut bahwa Aguan dicegah untuk kepentingan penyidikan. "Agar sewaktu-waktu yang bersangkutan diperiksa, dia tidak sedang berada di luar negeri," ujar Yuyuk.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tercatat ada beberapa pengembang yang menggarap proyek reklamasi pengembangan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Termasuk di antaranya adalah PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Land) serta PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group).

Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro kemudian terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran rupiah.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P?rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen. Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

(mus)