Kepala BPKAD DKI Diperiksa KPK soal Rapat Raperda Reklamasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sumber :
  • Antara

VIVA.co.id - Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengaku sempat dikonfirmasi mengenai rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal Reklamasi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia yang menjadi saksi terkait kasus dugaan suap pembahasan Raperda mengenai Reklamasi Teluk Jakarta, itu diperiksa penyidik hampir 9 jam.

"(Diperiksa soal) Rapat Raperda," kata Heru usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 14 April 2016.

Kendati demikian, Heru berkilah bahwa dia tidak banyak ikut terlibat dalam rapat tersebut. Dia mengaku tidak mengetahui polemik terkait tambahan kontribusi 15 persen.

Heru menyebut bahwa dia sempat menyerahkan dokumen terkait rapat kepada penyidik untuk mengklarifikasi rapat tersebut.

Untuk diketahui, Heru Budi juga adalah kandidat calon Wakil Gubernur mendampingi incumbent Basuki T Purnama alias Ahok yang akan maju lagi sebagai gubernur. Ahok dan Heru kini sedang mengumpulkan kartu tanda penduduk untuk maju melalui jalur perseorangan.

Sebelumnya, dua Raperda diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali-kali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

KPK menduga ada 'permainan', karena berlarut-larutnya pembahasan mengenai Raperda tersebut. Sebab, pembahasan Raperda terkait reklamasi tidak pernah mencapai kuorum di DPRD DKI.

"Kalau bahasa hukumnya, patut diduga (ada 'permainan')," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, saat dikonfirmasi.

Lamanya pembahasan tersebut, ditenggarai karena ada penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada DPRD DKI Jakarta. Namun diduga ada pihak lain yang memberikan suap kepada anggota Dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak lain.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.