KPK Periksa Menteri PUPR Terkait Dugaan Suap Proyek Jalan

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Satria Permana

VIVA.co.id - Komisi Pemberantan Korupsi memeriksa Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono terkait dengan kasus dugaan suap proyek jalan di Maluku. Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan politikus PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, sebagai tersangka.

"Diperiksa sebagai saksi untuk DWP (Damayanti Winu Putranti)," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis, 21 April 2016.

Selain memeriksa Menteri Basuki, KPK juga akan memeriksa, Staf Biro Perencanaan Kementerian PUPR, Faisol Zuhri.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah anggota DPR dari Komisi V dan menetapkan politikus Partai Golkar, Budi Supriyanto, sebagai tersangka.

Sebelumnya dalam persidangan, Damayanti mengakui telah menerima fee dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir, terkait proyek pembangunan jalan Tehoru-Laimu senilai Rp41 miliar di Maluku Utara. Selain itu, Damayanti mengatakan fee dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V DPR.

"Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu," kata Damayanti saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin, 11 April 2016.

Amran Hi Mustary adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX meliputi Maluku dan Maluku Utara. Damayanti mengaku tak tahu mengenai pengaturan besaran fee tersebut, hanya saja ia menyebut pemberian fee kepada anggota dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V.

Damayanti menjelaskan, total fee yang ia terima dari Abdul adalah 328 ribu dolar Singapura. 80 ribu dolar Singapura dari uang tersebut diserahkan ke Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin selaku perantara. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Abdul Khoir didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ia diduga melakukan suap bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng, dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred. Suap sebesar Rp21,28 miliar, SGD 1.674.039 atau sekitar Rp 15.066.351.000 dan USD 72.727 atau sekitar Rp959.996.400. Suap diduga diterima tak hanya oleh Damayanti.