Pengetatan Remisi Picu Kerusuhan di Lapas?

Situasi lapas Banceuy setelah kerusuhan
Sumber :
  • Dokumen Kementerian Hukum dan HAM

VIVA.co.id – Kerusuhan di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) marak terjadi akhir-akhir ini. Dalam satu bulan terakhir, setidaknya ada empat lapas yang rusak akibat kerusuhan narapidana.

Pada 25 Maret 2016 lalu, kerusuhan terjadi di Lapas Malabero, Bengkulu, mengakibatkan lima narapidana tewas terbakar di dalam sel. Kemudian, pada 1 April 2016, narapidana Lapas Kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, mengamuk dan meminta kepala lapas dicopot. Lalu, pada Kamis pekan ini, 21 April 2016, giliran narapidana Lapas Kerobokan, Bali yang mengamuk karena menolak kehadiran 11 tahanan titipan. Terakhir, Sabtu pagi 23 April 2016, Lapas Banceuy di Bandung dibakar narapidana, karena emosi mendengar seorang narapidana tewas di ruang isolasi.

Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Akbar Hadi, rangkaian kerusuhan ini merupakan imbas dari kebijakan pengetatan pemberian remisi.

"Sebetulnya ini hanya trigger formulasi kekecewaan. Mereka ketika menjalani hukuman ada sesuatu yang didambakan mereka, yaitu remisi," ucap Akbar dalam perbincangan dengan tvOne, Sabtu, 23 April 2016.

Saat harapan mendapatkan remisi pupus, maka narapidana tidak memiliki motivasi untuk berkelakuan baik saat menjalani hukuman mereka. Alhasil, mereka hanya mendapatkan hukuman saat berkelakuan buruk, tapi tidak ada imbalan apapun saat mereka menurut dan taat aturan. Terutama karena penghuni Lapas Banceuy merupakan narapidana kasus narkotika.

"Ketika ada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 99 tentang Pengetatan Remisi, maka harapan mereka untuk berbuat baik menjadi pupus, apalagi rata-rata, Lapas Banceuy ini kan narkotika," terangnya.

PP Nomor 99 tahun 2012 ini mengubah syarat pemberian remisi bagi narapidana kasus terorisme, narkotika korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, dan kejahatan hak asasi manusia berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

Akbar yakin, jika ada harapan untuk mendapatkan potongan masa tahanan, maka narapidana akan patuh pada aturan yang telah dibuat selama masa tahanan. "Kalau mereka ada remisi mereka akan patuh pada peraturan, sehingga kerusuhan seperti ini bisa terhindar."

Di sisi lain, remisi juga bisa mengurangi jumlah narapidana yang menghuni lapas. Mengingat hampir semua lapas di Indonesia memiliki masalah dengan kelebihan kapasitas.

Untuk diketahui, dalam PP Nomor 99 tahun 2012 yang dibuat pada masa Menkumham Amir Syamsudin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana, ada pengetatan pemberian remisi bagi narapidana kasus terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

Selain harus memenuhi persyaratan berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3 masa hukuman. Mereka juga harus bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan, dan telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

(mus)