Anak Aguan Datangi KPK

Gedung KPK.
Sumber :
  • (ANTARA/Reno Esnir)

VIVA.co.id - Direktur PT Agung Sedayu Group bernama Richard Halim Kusuma memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat 29 April 2016. Richard yang memakai kemeja batik berwarna Biru itu tiba di Gedung KPK pada sekitar pukul 08.28 WIB. Anak dari bos Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan, itu tampak ditemani oleh sejulah koleganya.

Namun saat dikonfirmasi mengenai pemeriksaannya tersebut, Richard memilih bungkam. Dia langsung terburu-buru masuk kedalam lobi Gedung KPK.

Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, telah membenarkan mengenai pemeriksaan terhadap Richard tersebut. Richard dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.

"Hari ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap Richard Halim Kusuma sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan Raperda," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi.

Richard merupakan salah satu pihak yang telah dicegah keluar negeri terkait penyidikan kasus ini. Dia dicegah sejak tanggal 6 April 2016 dan berlaku untuk 6 bulan kedepan. Sebelumnya, anak dari bos Agung Sedayu, Sugiyanto Kusuma alias Aguan itu juga pernah menjalani pemeriksaan penyidik.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, sebelumnya menyebut bahwa Richard merupakan salah satu pihak yang keterangannya diperlukan dalam kasus ini. Hal tersebut yang mendasari pencegahan dia untuk keluar negeri.

"Penyidik anggap banhwa kemungkinan besar keterangan mereka dapat memperdalam penyidikan," ujar Priharsa.

Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran Rupiah.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P?rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Trinanda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.