Mendagri Instruksikan Pemda Membuat Perda Miras

Minuman keras
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA.co.id – Kepolisian Republik Indonesia menyatakan pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah (Perda) untuk mengatur peredaran minuman keras di wilayah masing-masing.

Alasannya, kasus perkosaan dan pembunuhan atas YY (14), siswi SMP di Bengkulu, usai pelakunya meminum miras dapat dijadikan evaluasi untuk membuat peraturan daerah.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan, Kementerian Dalam Negeri tak masalah jika masing-masing pemda membuat regulasi atau perda khusus tentang miras. Hanya saja dengan catatan perda disesuaikan pada kearifan lokal dan kondisi di daerah tersebut.

"Tak ada masalah, misalnya di Aceh ada perda untuk sementara melarang wanita berpergian sendiri sampai situasi aman," ujar Tjahjo di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa 10 Mei 2016.

Tjahjo mencontohkan, Papua resmi mengeluarkan Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

"Kami minta di Papua harus diterapkan karena sumber kerawanan, kejahatan. Semua masalah ada pada miras dan narkoba. Waspada," ungkap Tjahjo.

Tjahjo menegaskan, peredaran miras memang harus dibatasi. Hanya saja sejumlah tempat tetap diperbolehkan menjual minuman beralkohol di tempat-tempat tertentu seperti di hotel dan lainnya.

"Apapun yang namanya miras harus dibatasi, hanya boleh dijual di tempat tertentu seperti hotel dan lainnya. Penerapan perda itu juga harus sesuai tingkat kerawanan masing-masing daerah," tegas Tjahjo.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Agus Rianto mengatakan, kasus perkosaan dan pembunuhan atas YY (14), siswi SMP di Bengkulu dapat dijadikan evaluasi bagi peraturan daerah. Daerah harus membuat Perda untuk mengatur peredaran minuman keras di wilayah masing-masing.

Berdasarkan penelusuran kepolisian, para pelaku perkosaan YY mengkonsumsi miras tradisional sebelum melakukan aksinya. Miras yang diduga berjenis tuak ini terbuat dari dedaunan lokal yang difermentasi.

Menurutnya miras yang hampir serupa banyak ditemui di daerah lain di seluruh Indonesia. Karena itu, pemerintah daerah harus mulai menyadari pentingnya mengatur peredaran miras lokal.