MUI: Penutupan Warung di Bulan Ramadan Tak Perlu Represif
- VIVA.co.id/M. Ali. Wafa
VIVA.co.id – Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesja (MUI) Muhammad Baharun mengimbau agar penutupan warung makan selama bulan Ramadan tidak dilakukan dengan cara-cara represif.
Sebab, kata dia, masih ada cara-cara lain yang jauh lebih baik untuk menegakkan aturan. Misalnya dengan cara persuasif dan imbauan kepada para pedagang.
"MUI tidak setuju dengan cara cara represif. Ada cara yang lebih baik, persuasif, dinasehati," ujar Baharun melalui sambungan telepon, Senin 13 Juni 2016.
Warung-warung dan rumah makan tetap bisa buka selama bulan puasa, asal dengan catatan warung dan rumah makan tersebut harus toleransi kepada umat Islam. Caranya, bagian depan warung ditutup lebih, agar tak tampak terbuka.
"Dengan gorden atau apa, jangan kelihatan terbuka, kan itu juga tidak menghormati. Silakan (berjualan) tertutup kalau enggak mau buka menunggu sampai sore," ujar dia.
Baharun juga mengatakan penutupan warung jangan dikaitkan dengan logika adagium 'hormatilah mereka yang tidak berpuasa'. Sebab, pernyataan itu justru dinilai akan bisa mengikis nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
"Jangan ada pernyataan hormatilah orang yang tidak puasa, nanti umat Islam minta dihormati saat ada perayaan Natal, atau Nyepi, bagaimana? Adagium jangan dibalik-balik seperti itu. Ini tidak boleh dibiarkan munculnya pendapat-pendapat seperti itu. Ini kan jadi tidak sehat, hanya akan menimbulkan ketegangan lain nantinya," ujar dia.
Seperti diketahui, Satpol PP kota Serang, Banten melalukan razia terhadap seorang ibu pemilik warteg bernama Saeni pada Rabu 8 Juni 2016 kemarin. Aparat Satpol PP mengangkut sayur dan lauk pauk dagangan perempuan 53 tahun tersebut.
Saeni tak berdaya dan hanya bisa menangisi tindakan Satpol PP yang dinilai oleh sejumlah pihak tak simpatik. Meski razia tersebut telah sesuai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Dalam Perda itu diatur, setiap pengusaha restoran, rumah makan atau warung dan pedagang makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani makanan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadan. Jika melanggar, sanksi kurungan paling lama 3 bulan atau denda Rp50 juta.