Jaksa Banyak Tersangkut Suap, Kejagung Minta Laporan Harta
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id – Kejaksaan Agung mewajibkan seluruh jaksa di Indonesia untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Langkah ini untuk mengantisipasi dugaan keterlibatan jaksa dalam perkara korupsi.
"Kejagung meminta Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), untuk dilaporan PPATK," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumatera Utara, Bobbi Sandri, Senin, 26 September 2016.
Sejauh ini di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, kewajiban pelaporan LHKPN ini telah dijalankan sejak sepekan lalu. Tercatat hingga saat ini sudah 92 persen pegawai dan jaksa di Kejati Sumatera Utara telah melaporkan.
"Di mana 8 persen itu (sisa), terdiri dari jaksa yang sudah dimutasi. Kemudian, jaksa baru tamat atau jaksa baru. Namun, semua wajib melaporkan LHKPN nya," katanya.
Pelaporan LHKPN juga menyertakan sanksi kepada yang enggan melapor. Salah satunya adalah dengan penundaan karier. "Bila tidak dibuat LHKPN, terancam tidak akan diproses kenaikan pangkat, rotasi jabatan dan proses jenjang karier," katanya.
Di Indonesia, kasus suap jaksa cukup banyak terjadi. Misalnya pada tahun 2008, dua jaksa divonis menerima suap uang Rp550 juta dari bekas Direktur Utama PT Jamsostek, Ahmad Djunaidi, sat menangani perkara korupsi di perusahaan milik negara tersebut.
Saat diadili, keduanya yakni, Cecep menjabat Kepala Subseksi Penyidikan pada Seksi Tindak Pidana Khusus, dan Burdju menjabat Kepala Subseksi Penuntutan pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya pun dipecat tidak hormat oleh Kejagung.
Kasus berikutnya pada Agustus 2016. Dua orang Jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat kembali diduga menerima suap dalam kasus BPJS Kabupaten Subang. Keduanya yakni jaksa DPR dan MMM ditetapkan tersangka oleh KPK.
Dan baru-baru ini pada September 2016. Seorang jaksa kembali dicokok KPK atas dugaan menerima suap uang senilai Rp365 juta. Jaksa bernama Farizal ini berasal dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Ia tertangkap atas kasus gula impor tanpa label Standar Nasional Indonesia (SNI) dari seorang importir.
Hingga kini, pemeriksaan terhadap dugaan suap tersebut terus bergulir. Sebab perkara ini juga ikut melibatkan tertangkapnya Ketua DPD, Irman Gusman.