Kendalikan Sindikat Uang Palsu, Pelaku Diarahkan Orangtuanya

Salah seorang tersangka pembuat uang palsu yang ditangkap di Semarang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id – Penyidik Sub Direktorat Uang Palsu Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap sindikat jaringan pembuat dan pengedar uang palsu yang ke-8.

Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya mengatakan, pengungkapan ini berawal dari hasil penyelidikan terkait adanya pengedar uang palsu di Ungaran, Semarang yang dikendalikan seorang narapidana kasus uang palsu dari  lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Jaringan ini dikendalikan oleh seorang narapidana yang sedang menjalani hukuman uang palsu di Lapas Kerobokan Bali,"  kata Agung Setya dalam keterangan di Jakarta, Sabtu, 8 Oktober 2016.

Kata Agung, dari hasil pengembangan, penyidik Kepolisian kemudian mengamankan empat orang pelaku jaringan pembuat uang palsu di Semarang tersebut.

Jaringan ini mengedarkan uang palsu di wilayah Jawa dan Bali sejak empat tahun lalu. Mereka ditangkap secara beruntun mulai hari Kamis hingga Jumat dini hari di lokasi berbeda di wilayah Semarang.

"Masing-masing tersangka memiliki peran yang berbeda mulai dari pembuat, kurir, penjual hingga pengendali peredaran uang palsu tersebut," katanya.

Adapun identitas dan peran masing-masing tersangka di antaranya, HH (39) yakni menjual uang palsu pecahan dengan perbandingan satu banding tiga. Tersangka SV (26) sebagai pengendali pembuat uang palsu dan atas perintah orang tuanya (AH) yang berada di Lapas Kerobokan Bali ditahan dengan kasus uang palsu.

Kemudian tersangka S (48) perannya sebagai kurir sekaligus pengawas dan pembuat uang palsu. MS (32) melakukan desain warna saat pencetakan uang palsu. Barang bukti yang diamankan yaitu 450 lembar uang palsu mirip pecahan Rp100.000, ratusan uang palsu yang belum di potong, alat sablon, komputer, printer dan perlengkapan lain yang digunakan untuk mencetak uang palsu.

Selain itu, turut disita tiga unit mobil diduga merupakan hasil kejahatan selama empat tahun terakhir. Para tersangka dikenakan Pasal 36 ayat 1, 2 dan 3 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.