Mendikbud Pastikan UN Hanya Jadi Tolak Ukur

Ujian Nasional 2016/ilustrasi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, salah satu fokus pembahasannya adalah modifikasi pelaksanaan Ujian Nasional (UN).

Muhadjir mengatakan, pelaksanaan UN memang ingin disesuaikan. Itu dilakukan, sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan ujian nasional yang selama ini sudah dilakukan.

"Misalnya sekarang sedang kita pikirkan, karena fungsi UN itu sementara ini, sekarang ini, hanya untuk pemetaan, memetakan semua sekolah seluruh Indonesia untuk diketahui siapa, dimana, yang telah melampaui standar nasional, dan mana yang belum terutama mana yang masih jauh dari standar," ujar Muhadjir, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 25 Oktober 2016.

Setelah dipetakan, maka akan ketahuan masalahnya. Sehingga, akan ada penanganan khusus terhadap sekolah yang dibawah standar tersebut, atau yang masih sangat jauh di bawah standar. Untuk penanganannya, menurut Muhadjir tentu berbeda. Soal penanganan itu yang akan menjadi pembicaraan dengan Wapres JK.

Bagi sekolah yang nilainya di atas standar nasional, pemerintah mewacanakan tidak perlu ikut ujian nasional lagi. Untuk saat ini, sudah ada 30 persen yang sudah berada di atas standar nasional.

"Lha kalau sudah begitu apakah dia juga harus ikut ujian nasional lagi? Mestinya kan nggak perlu. Malah dia harus diberi apresiasi, diberi penghargaan. Bahwa dia sudah bisa melampaui standar nasional itu, itu juga sedang kita diskusikan dengan Pak JK, Pak Wapres," ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Perubahan sistem ujian nasional nantinya, menurut Muhadjir bisa lebih fokus pada sumber masalahnya. Penanganan yang dilakukan akan lebih terarah, misalnya kalau nilai matematika jelek, maka akan ditelusuri apa penyebabnya.

Kalau memang itu karena guru matematika yang kualitasnya belum bagus, maka gurunya yang akan diberikan penanganan secara khusus. "IPA masih jelek sekali (misalnya), dan ternyata laboratoriumnya memang sangat tidak memadai, ya laboratoriumnya yang kita benahi. Jadi kita betul-betul fokus ke masalah," ucapnya.

Nantinya, untuk 30 persen yang dianggap sudah di atas standar nasional dan tidak perlu ujian, maka dananya bisa digunakan untuk yang nilainya berada di bawah standar. "Dengan begitu kita bisa menghemat biaya. Biaya yang dihemat itu bisa digunakan untuk memperbaiki tadi itu, biaya treatment itu," ujarnya menambahkan.

Muhadjir mengatakan, ini masih sekedar usulan evaluasi ujian nasional, jadi masih harus berkonsultasi dengan banyak pihak, apa kekurangan dan kelebihan kalau ini diterapkan. Maka ia tidak bisa berjanji, apakah 2017 itu bisa langsung diterapkan.

"Belum, ini kan masih harus konsultasi intensif dengan banyak pihak, jangan sampai nanti bahwa pada akhirnya harus ngambil keputusan iyalah. Tapi kan harus kita pertimbangkan dari banyak sisi, keuntungan dan kerugiannya."

(mus)