Bongkar Kasus Korupsi E-KTP, KPK Bentuk Tiga Cluster

Blanko kosong e-KTP sebelum diisi dengan data warga.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Sejak penyidikan 2014 lalu, tercatat sudah lebih dari 250 orang yang diperiksa sebagai saksi.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, dalam mengusut kasus ini, penyidik telah membagi tiga bagian. Termasuk untuk memeriksanya, yakni DPR, perusahaan konsorsium pemenang tender, dan pihak swasta serta pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.

Kepada pihak-pihak di DPR, penyidik fokus mendalami proses pembahasan anggaran proyek e-KTP hingga bisa mengesahkan sebesar Rp5,8 triliun. Sementara kepada pihak dari Kemendagri, penyidik mendalami pelaksanaan proyek ini.

"Kami menyebutnya cluster. Pertama, cluster yang berada di sektor politik yakni saat  pembahasan dan perencanaan. Kedua adalah cluster pemerintah dan ketiga yakni cluster swasta. Di tiga titik inilah kasus e-KTP kami dalami dan dikembangkan lebih jauh," kata Febri di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 12 Januari 2017. 

Untuk saat ini, Febri melanjutkan, pihaknya baru menjerat mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemdagri, Sugiharto yang berasal dari pihak Kemendagri. Namun, Febri menjelaskan, tak menutup kemungkinkan pihaknya langsung loncat ke cluster kedua atau ketiga, untuk menjerat pihak-pihak lain. Tergantung bukti yang dimiliki. 

Terlebih KPK meyakini kerugian keuangan negara yang mencapai Rp2,3 triliun dari kasus ini tidak mungkin hanya dinikmati Irman dan Sugiharto. 

"Tentu kami terbuka untuk mendalami peran-peran di dua cluster lain, apakah itu proses pembahasan anggarannya ataupun pada sektor swasta, baik dari pihak pemenang lelang atau pihak lain yang juga terkait perkara ini. Sebab belum tentu hanya pemenang lelang total dari indikasi kerugian negara. Sangat terbuka dinikmati pihak-pihak lain," kata Febri.

(mus)