Ikahi Curhat Kekurangan Hakim ke Jokowi

Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 27 Maret 2017. Mereka menyampaikan berbagai persoalan, termasuk kondisi dunia peradilan saat ini yang mengalami kekurangan hakim. Apalagi setelah ada beberapa daerah yang dimekarkan.

"Yang pertama kami sampaikan bahwa di Indonesia terjadi kekurangan hakim, karena sudah tujuh tahun tidak ada penerimaan hakim di Indonesia," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia, Suhadi, usai pertemuan.

Kekurangan jumlah personel hakim, lanjut Suhadi, tidak saja karena banyak pemekaran daerah, tapi juga karena setiap tahunnya selalu ada hakim yang pensiun. Sementara itu, selama tujuh tahun ini tidak ada penerimaan hakim yang baru.

Untuk pemekaran wilayah, pada satu pengadilan setidaknya dibutuhkan lima hakim. Sementara itu, ada 86 daerah baru yang membutuhkan hakim. Untuk daerah baru itu saja, tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk 512 orang hakim.

"Lebih lagi ada keppres RI tentang pemekaran wilayah yang harus didirikan pengadilan di dalamnya. Karena ada 86 daerah baru yang harus ada pengadilannya, dan pengadilan belum dapat melaksanakan keppres tersebut antara lain karena kekurangan hakim," tutur Suhadi.

Persoalannya, jelas Suhadi, dulu untuk menjadi hakim harus berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Sementara itu, dalam aturan perundangan yang baru, itu tidak perlu. Seorang bisa menjadi hakim harus diusulkan oleh ketua Mahkamah Agung (MA) ke Presiden, dan memiliki sertifikat pendidikan hakim.

Pendidikan hakim, dilakukan oleh MA dan perguruan tinggi yang ditunjuk. Namun, itu juga belum ada dalam aturan hukumnya. "Oleh sebab itu, sekarang ini sedang dicari jalan keluarnya supaya ada solusi dalam kondisi seperti itu," katanya. (art)