SMA Negeri di Palembang Pungut Iuran Siswa untuk UNBK

Ilustrasi/Penggunaan ujian berbasis komputer untuk ujian nasional di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

VIVA.co.id – Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 19 Palembang, Sumatera Selatan, diduga menarik iuran kepada siswanya untuk menggelar Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Diduga, ratusan siswa di sana harus membayar uang sebesar Rp350 ribu untuk mengikuti ujian.

Pembayaran uang Rp350 ribu tersebut, untuk kelancaran penyelenggaraan UNBK. Lantaran pihak sekolah harus menyewa komputer dari luar, agar seluruh siswa bisa mengikuti proses UNBK.

Meskipun sebagian siswa memiliki laptop sendiri untuk mengikuti ujian, mereka masih harus membayar uang tersebut ke pihak sekolah.

Kepala Sekolah SMA Negeri 19 Palembang, Taufik, ketika dikonfirmasi menjelaskan, uang sebesar Rp350 ribu itu sebelumnya sudah disepakati oleh wali murid untuk penyewaan komputer agar proses UNBK dapat berjalan.

"Ini sudah kesepakatan dari wali murid untuk proses UNBK. Mulai dari simulasi sampai pemakaian komputer untuk ujian dengan membayar Rp350 ribu," kata Taufik, Senin 10 April 2017.

Di SMA Negeri 19 sendiri, sebanyak 455 siswa mengikuti UNBK. Sehingga hal ini menjadi perhatian serius oleh pihak sekolah agar seluruh siswa dapat mengikuti UNBK.

"Kalau siswa ikut UNBK di luar akan sulit. Jumlah murid kita banyak. Mungkin tidak ada sekolah yang mau menampung. Sementara komputer di sekolah tidak mumpuni," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan, Widodo, ketika dikonfirmasi belum mengetahui adanya pungutan terhadap siswa peserta UNBK di SMA Negeri 19 Palembang.

"Nanti akan dicek dulu, tapi kalau memang sudah keputusan antara wali murid dan sekolah tidak ada masalah," ujar Widodo.

Menurut Widodo, proses UNBK tak sedikitpun mengeluarkan biaya yang dibebankan kepada siswa. Jika sekolah belum bisa menerapkan sistem komputer untuk UNBK, maka dilakukan ujian secara manual melalui kertas.

"Ini bukan ajang adu gengsi. Tetapi, memang banyak orangtua yang meminta anaknya mengikuti ujian menggunakan komputer. Kalau ini merupakan paksaan sekolah sangat salah. Kepala sekolahnya bisa saya copot, kalau memang memaksa," ujarnya. (one)