Saksi Beberkan Penggelembungan Harga Pengadaan E-KTP

Sidang lanjutan kasus e-KTP
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Saksi dalam persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi e-KTP mengungkapkan penggelembungan harga saat proses pengadaan. Satu keping e-KTP yang dibuat pada 2011-2013 dimark up hingga Kementerian Dalam Negeri mesti membayar hingga Rp16 ribu per keping.

Hal itu dikatakan pegawai PT Sandipala Arthapura, Fajri Agus Setiawan saat bersaksi untuk dua terdakwa mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 15 Mei 2017. Padahal, dalam hitungannya hanya hanya Rp7500. "Menurut hitungan kami, HPP (harga pokok penjualan) yang saya hitung Rp 7.500 per keping," kata Fajri.

Mendengar itu, Irman dan Sugiharto, serta penasihat hukumnya, Susilo Aribowo hanya mencatatnya.

Adapun Jaksa KPK kemudian menanyakan kepada Fajri terkait nilai kontrak atau harga yang harus dibayar Kemendagri untuk satu keping e-KTP yang dicetak pihak konsorsium. Namun, menurut Fajri, sejak awal memang nilai kontrak yang dibayar Kemendagri sebesar Rp16 ribu.

Fajri menyebut, dalam proyek e-KTP ini PT Sandipala Arthapura mendapat keuntungan sebesar Rp140 miliar. Keuntungan itu atas pencetakan e-KTP dari tahun 2011-2013.

Untuk diketahui, pada perkara ini, Irman selaku Dirjen Dukcapil dan Sugiharto sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan sekaligus PPK didakwa merugikan negara sebesar Rp2,314 triliun. Kerugian negara itu diakibatkan penggelembungan anggaran dalam pengadaan e-KTP.

Menurut jaksa, kedua terdakwa diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, keduanya terlibat mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP. (mus)