Gereja Bethany Surabaya Tersandera Putusan Pengadilan

Pihak Sinode Gereja Bethany Indonesia memberikan keterangan di Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat, 28 Juli 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Kepengurusan Sinode Gereja Bethany Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, kini tersandera hukum. Kegiataan organisasi Sinode beranggotakan ribuan jemaat Kristen itu terganggu oleh perkara perdata yang terjadi antara dua kubu kepengurusan lama, antara Leonard Limanto dengan Abraham Alex Tanusaputera.

Leonard Limanto dengan Abraham Alex Tanusaputera beperkara hukum terkait kepengurusan Sinode Gereja Bethany sejak 2013. Leonard Limanto menggugat Alex soal jabatannya di Majelis Pekerja Sinode. Seteru hukum itu naik sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung pada 2014.

Di tengah perjalanan, pada 13 Maret 2014, kedua belah pihak bersepakat damai. Pihak Leonard mencabut permohonan kasasi yang diajukannya ke MA. Berdasarkan perdamaian itu, Pengadilan Negeri Surabaya mengeluarkan keputusan bahwa kepengurusan Sinode Gereja Bethany yang sah ialah di bawah kepemimpinan Alek.

Surat penetapan eksekusi bernomor 82/EKS/2016/PN.Sby. Jo 982/Pdt.G/2013/PN.Sby dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Bukannya selesai, permasalahan justru merumit. Sebab, kepengurusan baru pimpinan Pendeta E George Anton telah terbentuk. Sementara dua nama yang beperkara tidak masuk dalam kepengurusan.

Akibatnya, pembacaan surat eksekusi oleh juru sita Pengadilan Surabaya pada Rabu, 26 Juli 2017, gagal karena hadangan ratusan jemaat. “Kami gagalkan eksekusi karena eksekusi tersebut salah sasaran,” kata kuasa hukum Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany Indonesia, Gasman, kepada wartawan di Surabaya pada Jumat malam.

Gasman menjelaskan, saat perdamaian dilakukan antara Leonard dengan Alex, keduanya sudah tidak lagi menjabat di Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany Indonesia. Kepengurusan baru sudah terbentuk dengan pimpinan Pdt George Anton. “Perdamaian itu urusan personal mereka berdua, tidak ada kaitannya dengan Gereja Bethany,” ujarnya.

Karena itu, kata Gasman, wajar jika jemaat melawan saat eksekusi dilaksanakan oleh pihak Pengadilan Surabaya. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa MPS Gereja Bethany Indonesia akan melakukan langkah hukum dengan melayangkan gugatan perlawanan atas keputusan dan penetapan eksekusi tersebut.

“Kami akan melakukan perlawanan ke pengadilan. Kami akan gugat pihak Leonard dan Alex. Kami minta pengadilan membatalkan perjanjian damai dan keputusan bernomor 82/EKS/2016/PN.Sby. Jo 982/Pdt.G/2013/PN.Sby,” ujarnya Gasman.

Dukungan perlawanan juga dilakukan Gereja Bethany lokal di Nginden, Surabaya. “Kami akan mengawal perlawanan atas putusan dan eksekusi yang salah sasaran tersebut,” kata Hans Edward Hekakaya, kuasa hukum Gereja Bethany Nginden.