Perempuan Rohingya Rentan Jadi Korban Kejahatan

Seorang perempuan etnis Rohingya dan anaknya mengungsi dari konflik di Rakhine, Myanmar.
Sumber :
  • REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

VIVA.co.id - Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan turut menyoroti konflik antara militer Myanmar dan etnis Rohingya di negara bagian Rakhine. Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus, mengatakan konflik itu telah mengakibatkan etnis Rohingya terusir dari pemukiman mereka dan menjadi pengungsi.

Kondisi mereka dinilai rentan terhadap diskriminasi dan tindakan pelecehan, terutama bagi wanita dan anak-anak. Tak punya kewarganegaraan, mereka pun tidak mendapat akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

"Pengalaman pemantauan Komnas Perempuan terhadap pengungsi Rohingya di Aceh, mereka stateless. Mereka buta huruf dan tidak mengeyam pendidikan. Ada indikasi kuat mereka jadi korban trafficking. Mereka rentan terhadap tindakan pelecehan seksual, bahkan pemerkosaan," kata Magdalena dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu 5 September 2017.

Di samping itu, menurut dia, kebanyakan pengungsi Rohingya juga merasa trauma atas apa yang dialaminya. Sayangnya, hingga saat ini, dia menilai minimnya usaha berbagai pihak untuk mengatasi trauma tersebut.

"Tahun 2015 kami sudah melakukan pemantauan pengungsi Rohingya di Aceh. Intinya kekerasan bagi berrdampak trauma. Banyak bantuan yang diberikan tapi persoalan untuk mengatasi trauma itu belum hingga saat ini," ujarnya.

Oleh sebab itu, diapun mendorong agar pemerintah Indonesia melakukan langkah strategis untuk mengatasi konflik Rohingya.

Seperti diketahui, terjadi konflik antara aparat Myanmar dengan etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Konflik itu merenggut banyak korban jiwa. Bahkan banyak warga etnis Rohingya terusir lagi dari tempat bermukim mereka di Rakhine. (ren)