Hakim Bentak Saksi E-KTP Pura-pura Lugu Terima Gratifikasi
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Mantan pejabat pembuat komitmen kegiatan pembinaan/pembuatan/pengembangan sistem, data, statistik, dan informasi dan kegiatan pembiayaan lain-lain Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nurhadi Putra, hari ini menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan E-KTP, di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Nurhadi menjadi saksi terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Jhon Halasan Butar-butar, mempertanyakan apakah saksi menerima suap dari dari kakak Andi Narogong, Dedi Prijono.
Mendapatkan pertanyaan tersebut, Nurhadi mengakui pernah menerima parsel dan uang dari Dedi Priyono, yang memenangi proyek di BPN.
"Waktu itu (menerima parsel) saat pengadaan lelang mobil di BPN, karoseri yang menang dari Pak Dedi," kata Nurhadi ketika bersaksi dalam sidang Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat 20 Oktober 2017.
Hakim Jhon menanyakan alasan Nurhadi menerima parsel itu. Menurutnya, peristiwa itu terjadi tahun 2009 ketika KPK tengah gencar melarang pejabat negara menerima parsel dari siapa pun.
"Tahun 2009 dan 2010 kalau tidak salah ada gencar-gencarnya larangan tidak boleh terima parsel dari KPK. Saya waktu itu di hutan sana saja mendengar itu. Kenapa terima," tanya Jhon.
Nurhadi pun menyebut menerima parsel tersebut karena melihat kebaikan hati. Dia pun menjelaskan dua kali menerima amplop dari Dedi yang berisi Rp40 juta.
Ia pun mengaku sudah mengembalikan uang tersebut ke KPK sebesar Rp41 juta, terdiri dari Rp40 juta merupakan uang yang diterimanya dan Rp1 juta adalah perkiraan pribadinya terkait penerimaan parsel.
"Uang yang diterima Rp20 juta dan kedua juga Rp20 juta. Tapi sudah kembalikan Rp41 juta bersama parsel," kata Nurhadi.
Tidak Puas
Mendengar jawaban tersebut, Jhon kembali bertanya alasan Dedi memberikan uang tersebut. Bahkan, Jhon menyebut Dedi sebagai sinterklas yang terkenal mengirimkan hadiah. "Dedi ini kayak Sinterklas? Bagi-bagi ke orang," tanya Jhon.
Lagi-lagi, Nurhadi beralasan menerima uang itu karena ada kebaikan hati dari Dedi. "Karena kebaikan hati, yang mulia," jawab Nurhadi.
Jhon pun merasa tak puas dengan jawaban Nurhadi. Jhon menyatakan KPK seringkali mengingatkan pejabat atau penyelenggara negara untuk tidak menerima hadiah. Apalagi, pemberian itu berkaitan dengan proyek di BPN.
"Kebaikan hati dari Hong Kong. Anda itu pejabat," tegas hakim Jhon.
Menjawab hal ini, Nurhadi mengakui kesalahannya. Nurhadi mengaku sudah mengembalikan pemberian dari Andi kepada KPK. "Iya saya akui kesalahan saya. Saya terima saya salah," kata Nurhadi. (ren)