BMKG Sebut Gempa Banten Terlalu Kecil untuk Picu Tsunami

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (tengah) dalam konferensi pers tentang kondisi cuaca Jabodetabek.
Sumber :
  • VIVA/Bobby Andalan

VIVA – Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mengumumkan, bahwa terjadi 20 kali gempa setelah gempa pertama yang berkekuatan 6,1 skala richter di wilayah Banten pada Selasa siang, 23 Januari 2018. Gempa itu akibat subduksi lempeng Indo-Australia.

Namun gempa susulan yang berpusat di wilayah Samudera Hindia selatan Jawa itu, menurut BMKG, skala getarannya semakin rendah. Maka tidak cukup kuat untuk membangkitkan perubahan di dasar laut yang dapat memicu tsunami.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, getaran gempa yang cukup keras itu dirasakan hingga ke Lampung dan Sumatera. Gempa termasuk dalam klasifikasi berkedalaman menengah akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia.

"Dengan mekanisme sumbernya berupa sesar geser naik (oblique trust). Dia terjadi akibat dari gerak lempeng tektonik, yaitu di Indo-Australia, yang menunjang masuk ke bawah benua Uerasia. Akibatnya terjadi getaran, guncangan bahkan patahan yang akhirnya memicu terjadinya gempa bumi," katanya dalam konferensi pers di Kantor BMKG Wilayah III Denpasar.

"Patahannya naik tapi agak memutar, menggeser tidak murni naik. Kekuatannya belum cukup menghentakkan air di atasnya," ujarnya menjelaskan. (mus)