SBY Puji Jokowi yang Tak Jadi Terapkan Darurat Sipil karena Corona

Jokowi dan SBY
Sumber :
  • Alfin Tofler/VIVAnews

VIVA – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memuji langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak jadi menetapkan dan menerapkan keadaan darurat sipil dalam penanganan virus Corona COVID-19 di Indonesia.

Menurut dia, akhir-akhir ini pemerintah mengeluarkan sejumlah instrumen hukum dan administrasi seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres) dan berbagai perangkat turunannya.

"Dalam keadaan darurat atau krisis hal begitu memang dibenarkan dan juga diperlukan," kata SBY lewat akun Facebook yang dikutip pada Kamis, 9 April 2020.

Dalam keadaan tidak normal, kata dia, Presiden (pemimpin puncak eksekutif) memerlukan kewenangan tambahan. Kewenangan tambahan ini diperlukan untuk mengatur, memaksa, melarang dan menghukum yang diperlukan untuk mengatasi krisis. Inilah yang disebut keadaan darurat atau keadaan bahaya.

"Sejauh ini krisis yang kita hadapi adalah krisis korona (kesehatan) dan tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh wabah korona ini," ujar mantan Ketua Umum Partai Demokrat.

SBY mengatakan extra power itu tentunya sebatas yang diperlukan dan sesuai pula dengan jenis ancaman yang dihadapi. Menurut dia, pemberian dan penggunaan extra power ini juga ada batas waktunya. Tidak boleh digunakan dalam waktu yang berkepanjangan, dan apalagi dianggap sebagai new normal atau berlaku selamanya.

"Sudah benar pemerintah tidak memberlakukan keadaan darurat sipil karena konteks dan jenis ancamannya berbeda. Keadaan darurat sipil itu lebih mengait pada penanganan dan pemulihan keamanan dan ketertiban publik. Berada di wilayah public security atau law and order," jelas dia.

Perppu Nomor 1 Tahun 2020

SBY tidak bermaksud menanggapi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilisasi sistem keuangan.

"Karena itu menjadi domain dan wilayah parlemen untuk membahasnya, tidak akan berkomentar tentang berbagai pasal dalam Perppu yang memiliki singgungan kewenangan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Juga yang berkaitan dengan akuntabilitas dan prinsip-prinsip good governance yang harus dijaga oleh pemerintah," kata SBY.

Ia mengaku memahami dalam keadaan seperti sekarang ini sehingga pemerintah ingin bertindak cepat tanpa halangan termasuk halangan perundang-undangan. Pemerintah ingin melakukan bypass dan bisa mengambil keputusan sendiri, tanpa harus melibatkan DPR RI dan DPD RI misalnya, sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.

Menurut SBY, pemerintah melalui Perppu menentukan bahwa anggaran untuk penanganan Corona, bantuan kepada masyarakat dan penyelamatan ekonomi, menjadi kewenangan pemerintah. Artinya, tidak harus dibahas dan ditetapkan secara bersama oleh Presiden (pemerintah) dan DPR RI.

"Tidak perlu “dimasukkan dalam sistem” yaitu melalui APBN Perubahan, sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi, UUD 1945, yang produknya berupa Undang Undang. Kalau hal itu benar adanya, saya menyarankan pemerintah perlu berhati-hati. Pastikan aturan itu tidak bertentangan dan melanggar konstitusi negara. Jangan sampai pemerintah melakukan tindakan yang inkonstitusional," ucapnya.

Menurut dia, khusus pengelolaan keuangan negara ini bagi saya sangat esensial dan fundamental. Jiwa, semangat dan substansi konstitusi di banyak negara, termasuk Indonesia adalah mengatur kewenangan dan batas kewenangan lembaga-lembaga negara dalam manajemen keuangan negara. Jangan sampai kewenangan (power) untuk mengelola keuangan negara ini berada di satu tangan.

"Ingat power tends to corrupt, dan absolute power tends to corrupt absolutely. Kekuasaan yang sangat besar sangat mungkin di salah gunakan. Juga diingatkan bahwa power must not go unchecked, dan power must be checked by another power. Inilah yang mendasari prinsip checks and balances di antara eksekutif, legislatif dan yudikatif," ucapnya.
 

Baca juga: Terungkap Siapa Sebenarnya Penyuap Komisioner KPU